Kelompok 5

“WATER BIRTHING“



              Oleh :
Alfa Brillian                                      (101.0005)
Catarina Ruslina .U                           (101.0015)
Cynthia Putri Surya I.S                      (101.0017)
Eka Ratna Mustika                           (101.0031)
Friska Retno W.K                            (101.0045)
Puspitasari .A                                   (101.0087)


Persalinan Normal
Persalinan adalah suatu proses hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain Rustam Mochtar 1998). Sedangkan menurut Bobak (1995) persalinan adalah proses pengeluaran janin dan plasenta dari uterus. Menurut Farer (2001) menyatakan persalinan normal adalah :
a.       Terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau postmatur).
b.      Selesai dalam 24 jam (bukan partus presipitalis atau partus lama)
c.       Terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forceps)
d.      Mempunyai janin tunggal dengan presentasi vertex (puncak kepala)
e.       Tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan yang hebat)
f.       Mencakup kelahiran plasenta yang normal
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses persalinan menurut Bobak (2004) :
1) Tenaga
a) His
His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum persalinan dimulai, sudah ada kontraksi rahim yang disebut his pendahuluan atau his palsu, yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari pada kontraksi Braxton Hiks. His pendahuluan ini tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut bagian bawah dan lipat paha tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek dan tidak bertambah kuat bila dibawa berjalan, malahan sering berkurang.
His pendahuluan tidak bertambah kuat dengan majunya waktu bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin kuat. Yang paling penting ialah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada cervik.
Walaupun his itu suatu kontraksi dari otot-otot rahim yang fisiologis akan tetapi bertentangan dengan kontraksi fisiologis lainnya, bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin disebabkan oleh anoxia dari sel-sel dalam cervix dan segmen bawah rahim oleh serabutserabut otot-otot yang berkontraksi, regangan dari cervix karena kontraksi atau regangan dan tarikan pada peritoneum waktu kontraksi. Perasaan nyeri tergantung juga pada ambang nyeri dari penderita yang ditentukan oleh keadaan jiwanya. Kontraksi rahim bersifat otonom tidak dipengaruhi oleh kemauan, walaupun begitu dapat dipengaruhi dari luar misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan dapat menimbulkan kontraksi. Seperti kontraksi jantung pada his juga ada “pacemakers” yang memulai kontraksi dan mengontrol frekuensinya, proses tersebut dikenal dengan His persalinan.
Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah :
a.       Lamanya kontraksi      : kontraksi berlangsung 45 detik sampai 75 detik.
b.      Kekuatan kontraksi     : menimbulkan naiknya tekanan intrauterine sampai 35 mmHg. Kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke dalam.
c.       Interval antara dua kontraksi : Pada permulaan persalinan his timbul sekali dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
Menurut faalnya his persalinan dapat dibagi dalam :
a.       His pembukaan ialah his yang menimbulkan pembukaan dari cervix
b.      His pengeluaran ialah his yang mendorong anak keluar. His pengeluaran biasanya disertai dengan keinginan mengejan.
c.       His pelepasan uri yang melepaskan uri.


b) Tenaga mengejan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang mendorong anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi. Rupanya waktu kepala sampai pada dasar panggul, timbul suatu reflex yang mengakibatkan bahwa pasien menutup glottisnya, mengontraksikan otot-otot perutnya dan menekan diafragmanya ke bawah. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, kalau pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim. Tanpa tenaga mengejan ini anak tidak dapat lahir, misalnya pada penderita yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan ini juga melahirkan placenta setelah placenta lepas dari dinding rahim (Sastrawinata, 1983).
2) Jalan lahir
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul, ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relative kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditrentukan sebelum persalinan dimulai (Bobak, 2005).
Berdasarkan pada ciri-ciri bentuk pintu atas panggul, ada 4 bentuk pokok jenis panggul menurut Mochtar (1998) :
a.       Ginekoid         : Paling ideal, bulat : 45%
b.      Android          : Panggul pria, segitiga : 15%
c.       Antropoid       : Agak lonjong sepertri telur : 35%
d.      Platipeloid       : Menyempit arah muka belakang : 5%



Tanda-tanda permulaan persalinan menurut Rustam Mochtar (1998) sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki “bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor) ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
a.       Lightening atau setting atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu kentara
b.      Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
c.       Perasaan sering-sering atau susah kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin
d.      Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksikontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut false labor pains
e.       Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show)

a.    Tanda-tanda inpartu
Tanda-tanda inpartu menurut Rustam Mochtar (1998) adalah sebagai berikut :
a.       Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b.      Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.
c.       Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d.      Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

b.    Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan menurut Hamilton adalah proses kelahiran bayi yang melibatkan passageway, passenger dean posisi janin. Karena jalan lahir yang tak teratur, bayi cukup bulan tidak dapat keluar begitu saja. Janin harus berbalik dan berputar untuk menemukan jalan keluarnya. Janin bersifat pasif secara keseluruhan, otot-otot ibu yang harus melakukannya.
a)      Penurunan (decend)
Sekitar 96% dari semua persalinan diawali dengan janin dalam posisi fleksi, kepala ke bawah dan tubuhnya agar berputar ke sisi kanan dan kiri. Sebagaimana kontraksi mulai terjadi kepala bergerak lebih dalam ke pelvik dan dalam posisi menyimpang, dengan wajah ke kanan dan oksiput ke kiri atau sebaliknya.
b)       Fleksi
Sebagaimana kepala turun, dagu lebih fleksi dan semakin fleksi lagi pada dada, yang menyebabkan os occipital di belakang kepala untuk petunjuk jalan.
c)       Rotasi interna
Karena kepala mencapai tingkat spina iskiadika, yang disebut station 0, stuktur pelvik menyebabkan kepala untuk berbalik atau berputar, sehingga kepala akan dapat melewati tempat yang sangat sempit dalam pelvic. Kemudian terus ke bawah, bergerak di bawah tulang pubis.
d)      Ekstensi
Pada saat ini jalan lahir mengalami perubahan sudut. Kepala yang mengalami dorongan ke bawah pada dada fleksi, meluncur ke luar di bawah tulang pubis dan melewati introitus atau orivisium vagina kemudian ke luar. Dagu terangkat ke atas atau ekstensi dan kepala lahir.
e)       Restitusi
Kini kepala bebas untuk berputar ke posisi normalnya dalam hubungan dengan bahu.
f)        Rotasi eksternal
Bahu dan tubuh bayi biasanya meluncur keluar dengan kesulitan yang relatif sedikit karena kepala telah membuka jalan untuk bagian tubuh yang lebih kecil. Sebagaimana hal ini terjadi, kepala berbalik atau berputar, dalam hubungannya yang normal dengan bahu.
g)       Ekspulsi plasenta
Segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi, mengurangi permukaan intervalnya sampai 400 %, sementara plasenta tetap dalam ukuran yang sama. Hal ini menyebabkan akar plasenta runtuh dari endometrium sehingga memisahkan plasenta dari uterus.
h)       Regresi uterus
Uterus yang berat mungkin jatuh pada salah satu sisi atau kembali ke dalam rongga abdomen. Untuk alasan ini beberapa lembaga menyarankan ibu untuk berbaring terlungkup ketika istirahat sampai regresi uterus kembali ke keadaan sebelum kehamilan, sekitar 4 minggu sampai 6 minggu.



e. Proses Persalinan
Persalinan dapat dibagi menjadi 4 kala menurut Bobak (1995) :
1)      Kala I
Dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan serviks menjadi lengkap (pembukaan 10).
2)      Kala II
Kala II adalah kala pengeluaran. Dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi. His menjadi lebih kuat dan lebih cepat, yaitu 2-3 menit sekali karena kepala janin sudah masuk ke ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Perawatan selama kala II : Pada saat ini, ibu dibantu agar berada dalam posisi yang nyaman baginya, denyut nadi diperiksa setiap 15 menit. Denyut jantung janin diperiksa antara tiap kontraksi/his. Wajah dan leher ibu diusap dengan handuk basah. Kandung kemih dikosongkan dan kemajuan persalinan diamati.
3)      Kala III atau kala uri
Dimulai dari lahirnya bayi sampai lahirnya plasenta. Plasenta biasanya lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir.
4)      Kala IV
Dimulai dari keluarnya plasenta sampai 1-4 jam atau sampai tanda-tanda vital ibu stabil.

c. Lama Persalinan
a.       Kala I fase laten pada primipara 8-9 jam tetapi tidak lebih dari 20 jam. Pada multipara 5-14 jam.
b.      Kala II pada primipara 1-2 jam atau lebih. Pada multipara 20 menit.
c.       Kala III pada primipara atau multipara 5-20 menit.

Persalinan Dalam Air (Water Birth)
            Water birthing adalah sebuah cara persalinan di dalam air yang hangat. Ibu yang hendak melahirkan dimasukkan ke dalam sebuah kolam bersalin khusus yang berisi air hangat dan besarnya kira-kira berdiameter 2 meter. Persalinan di air (Inggris: waterbirth) adalah proses persalinan atau proses melahirkan yang dilakukan di dalam air hangat. Berendam dalam air hangat adalah cara relaksasi efektif yang meghilangkan rasa sakit dan mempercepat proses menjelang persalinan. Jadi, persalinan dalam air atau water birthing adalah mekanisme melahirkan yang dilakukan didalam air hangat sehingga dapat mengurangi intensitas nyeri dan mempercepat proses persalinan. Daya apung air membuat ibu merasa santai dan dapat memilih posisi melahirkan yang nyaman. Ibu merasakan seperti tanpa berat badan ketika mengapung di air sehingga membuat ibu mudah menyokong tubuhnya dan menghadapi masa kontraksi. Otot-ototnya menjadi lebih lemas karena tidak menyokong seluruh berat badan tubuh. Bila ibu tidak tegang (tanpa obat-obatan), hormon stresnya menurun sehingga hormon alami yang mempercepat proses kelahiran (oksitosin dan endorfin) bisa mengalir tanpa halangan.
Air diduga mendorong lonjakan oksitosin (hormone yang memicu kontraksi), sehingga kontraksi lebih efektif. Sejumlah wanita merasa dapat bergerak lebih mudah dalam air, sehingga membantu menemukan posisi yang nyaman untuk melahirkan. Sejumlah wanita merasakan manfaat berendam dalam air hangat segera setelah masuk ke dalam kolam, namun wanita lain memerlukan waktu 15-30 menit sebelum merasa nyaman. Air dapat memberikan bantuan alami untuk relaksasi karena dapat melemaskan otot dan meredakan ketegangan. Apabila tidak terlalu gelisah, tubuh menghasilkan lebih sedikit hormone stress. Hal ini membuat otak menghasilkan endorphin, suatu pereda nyeri, dan mendorong rasa nyaman. Cahaya redup dan music yang menenangkan semakin meningkatkan relaksasi. Beberapa penelitian menunujukkan bahwa wanita mengalami tahap kedua persalinan yang lebih singkat dalam air, dan mungkin lebih sedikit usaha dalam yang diperlukan untuk mendorong bayi keluar. Jika kontraksi terlalu berat, ibu tetap dapat menggunakan Entonox (gas dan udara) (Parker, Catharine dan Littler. 2010).
Bayi tetap dapat dipantau oleh perawat dengan menggunakan stetoskop Pinard (teompet telinga) atau sonicaid elektronik genggam yang tahan air (Parker, Catharine dan Littler. 2010). Syarat dari persalinan kolam ini, adalah ibu yang mengalami kehamilan normal dan tidak ada masalah dalam kehamilan sebelumnya.
Apabila ibu sudah pernah menjalani operasi Caesar, di anjurkan untuk memantau secara continue denyut jantung bayi dan kontraksi ibu selama persalinan selanjutnya. Hal ini tidak dapat dilakukan di dalam kolam melahirkan. Alasan diperlukannya pemantauan secara continue dalam situasi ini adalah bahwa terdapat kemungkinan, walaupun sangat kecil, rahim ibu mengalami rupture (robek). Rupture seringkali tidak menyebabkan rasa sakit dan satu-satunya petunjuk mungkin perubahan denyut jantung bayi (Parker, Catharine dan Littler. 2010). Ibu dianjurkan untuk masuk dalam kolam melahirkan sampai terjadi pembukaan (dilatasi) sebesar 4-5 cm atau setelah proses persalinan berlangsung penuh. Hal ini disebabkan karena sejumlah orang khawatir air dapat sangat menenangkan sampai-sampai menyebabkan kontraksi melambat atau bahkan berhenti, walaupun sedikit bukti yang mendukung hal ini. Namun demikian, jika ini memang terjadi, keluar dari kolam dan berkeliling untuk sementara waktu, dapat meningkatkan kekuatan kontraksi. perawat perlu keluar dari kolam jika bayi mengeluarkan mekonium atau jika bayi mengkhawatirkan ibu dan bayi (Parker, Catharine dan Littler. 2010). Suhu air dapat diatur sesuai kenyamanan ibu, meskipun biasanya digunakan suhu tubuh (37oC), hal ini mencegah bayi kedinginan dengan cepat setelah dilahirkan (Parker, Catharine dan Littler. 2010). Jika proses persalinan telah berjalan baik dan bayi sehat. Ibu boleh mengkonsumsi makanan ringan untuk pemberi energi dan membantu kemajuan persalinan, ibu perlu minum air untuk menyegarkan, tetapi akan lebih baik jika mengandung isotonik karena sebagai zat peningkat energi (Parker, Catharine dan Littler. 2010).


Mekanisme Water Birthing
Proses persalinan di air memiliki tahapan yang sama seperti melahirkan normal. Hanya saja dengan ibu berendam dalam air hangat, membuat sirkulasi pembuluh darah jadi lebih baik. Akibatnya akan berpengaruh pula pada kontraksi rahim yang jadi lebih efektif dan lebih baik. Sehingga waktu tempuh dalam proses persalinan ini lebih singkat daripada proses melahirkan normal biasa. Tahapan pelaksanaan water birthing, yaitu :
1      Ibu masuk ke dalam air ketika akan melahirkan, ibu mengalami fase pembukaan laten dan aktif. Saat fase aktif pembukaan sudah mencapai 5cm, ibu baru bisa masuk ke kolam air. Pada fase ini biasanya dibutuhkan waktu sebentar saja, sekitar 1-2 jam untuk menunggu kelahiran sang bayi.
2      Sikap rileks, biasanya begitu ibu masuk ke dalam kolam air akan terasa nyaman dan hilang rasa sakitnya. Ibu dapat duduk dengan relaks dan bisa lebih fokus melahirkan. Dapat juga posisi lain seperti menungging.
3      Mengedan seiring kontraksi. Di dalam air, mengedan akan lebih ringan, tidak menggunakan tenaga kuat yang biasanya membuat terasa lebih sakit. Air akan memblok rangsang-rangsang rasa sakit. Jadi, rasa sakit yang ada tidak diteruskan, melainkan akan hilang dengan sendirinya. Ditambah lagi kemampuan daya apung dari air yang akan meringankan saat mengedan. Mengedan mengikuti irama datangnya kontraksi. Bayi yang keluar juga tak perlu bantuan manipulasi tangan atau lainnya, kecuali terlihat agak seret keluarnya. Kontraksi yang baik akan mempercepat pembukaan rahim dan mempercepat proses persalinan. Apalagi dengan ibu berendam dalam air, dinding vagina akan lebih rileks, lebih elastis, sehingga lebih mudah dan cepat membukanya. Hal ini pula yang menyebabkan tak perlunya jahitan setelah melahirkan, kecuali bila memang ada robekan.
4      Pengangkatan bayi. Setelah keluar kaki bayi dan tubuh seluruhnya, barulah bayi diangkat. Darah yang keluar tidak berceceran ke mana-mana, melainkan mengendap di dasar kolam, demikian pula dengan ari-ari bayi.Kontraksi rahim yang baik menyebabkan perdarahan yang terjadi pun sedikit.

5      Ketika bayi keluar dalam air, mungkin orang khawatir bayi akan tersedak, namun, sebetulnya bila diingat prinsipnya, bayi hidup sembilan bulan dalam air ketuban ibu. Jadi, begitu dia lahir keluar ke dalam kolam, sebetulnya dia lahir ke lingkungan dengan kondisi yang hampir mirip dalam kandungan, yaitu ke dalam air dengan suhu yang sama seperti halnya ketika dalam rahim. Ketika bayi keluar dalam air, saat itu bayi belum ada rangsang untuk bernapas. Setelah diangkat ke permukaan barulah terjadi perubahan, timbul rangsangan untuk bernapas dan biarkan ia menangis. Setelah stabil kondisi pernapasannya, barulah digunting tali pusarnya. Mengingat melahirkan di air membuat sirkulasi oksigen ke bayi lebih baik, maka ketika bayi lahir tampak kulit yang lebih kemerahan.
6      Artinya, oksigenisasi ke bayi lebih baik dan membuat paru-parunya pun jadi lebih baik. Bayi juga tampak bersih tak banyak lemak di tubuhnya. Kemudian bayi dibersihkan dengan disedot sedikit dan dibersihkan tali pusarnya.


a.      Metode
Dalam pelaksanaan water birthing terdapat dua metode yang digunakan ,yaitu :
1       Persalinan di air murni. Ibu masuk ke kolam persalinan setelah mengalami pembukaan 6 (enam) sampai proses melahirkan terjadi.
2       Persalinan di air emulsion. Ibu hanya berada di dalam kolam hingga masa kontraksi akhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur.

b.      Kelemahan
Sebuah penelitian mengungkap kekhawatiran bahwa medium air akan membuat tali pusat menjadi kusut atau terkompresi, sehingga bayi kemungkinan akanterengah-engah dan menghisap air ke dalam paru-paru mereka. Studi tahun 2002 yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Pediatrics juga menyimpulkan bahwa persalinan dalam air meningkatkan risiko bayi tenggelam.Situs Live Science menambahkan bahwa kelahiran dalam air tidak direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists sebagai pilihan proses melahirkan yang layak. Persalinan dalam air dikhawatirkan memicu risiko pneumonia atau infeksi pada otak, dan serangan kekuarangan oksigen.



Manfaat Water Birthing
Melahirkan di dalam air membantu ibu hamil merasa lebih rileks sehingga dapat mengurangi rasa sakit saat persalinan. Dalam rendaman air, kulit akan memiliki elastisitas lebih besar, sehingga memperkecil risiko robek pada jalan lahir bayi. Melahirkan dalam air juga bermanfaat untuk bayi. Medium air memudahkan transisi bayi dari rahim, berisi cairan ketuban, ke dunia luar. Pendukung teknik ini mengatakan bahwa persalinan dalam air tak berbahaya. Bayi akan bernapas dalam air, karena dia tidak akan mulai menggunakan paru-parunya sampai dia dibawa ke udara dalam 10 detik pertama setelah lahir.
a.      Bagi ibu
a.    Ibu akan merasa lebih relaks karena semua otot yang berkaitan dengan proses persalinan menjadi elastis.
b.    Metode ini juga akan mempermudah proses mengejan. Sehingga rasa nyeri selama persalinan tidak terlalu dirasakan.
c.    Di dalam air proses pembukaan jalan lahir akan berjalan lebih cepat
b.      Bagi bayi
a.    Menurunkan risiko cedera kepala bayi.
b.    Meskipun belum dilakukan penelitian mendalam, namun pakar kesehatan meyakini bahwa lahir dengan metode ini memungkinkan IQ bayi menjadi lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan metode lain.
c.    Peredaran darah bayi akan lebih baik, sehingga tubuh bayi akan cepat memerah setelah dilahirkan.

  Resiko Water Birthing

a.     Kemungkinan air kolam tertelan oleh bayi sangat besar. Kondisi ini menyebabkan proses membutuhkan bantuan dokter kebidanan dan kandungan, juga spesialis anak yang akan melakukan pengecekan langsung saat bayi lahir. Sehingga jika ada gangguan bisa langsung terdeteksi dan diatasi.
b.     Hipotermia atau suhu tubuh terlalu rendah akan dialami ibu jika proses melahirkan berlangsung lebih lama dari perperkiraan.
c.     Bayi berisiko mengalami temperature shock jika suhu air tidak sama dengan suhu si ibu saat melahirkan yaitu 37 derajat celcius.
d.     Tidak dapat dilakukan oleh ibu yang memiliki panggul kecil , sehingga harus melahirkan dengan bedah caesar.
e.     Bila bayi beresiko sungsang lebih baik hindari melakukan persalinan di air.
f.      Bila si ibu memiliki penyakit herpes, bisa beresiko menularkan penyakit tersebut melalui mata, selaput lendir dan tenggorokan bayi, karena kuman herpes dapat bertahan diair.
g.     Kolam plastik yang digunakan harus benar benar steril agar tidak rentan terinfeksi kuman dan virus lainnya.

h.       Metode water birth tidak disarankan bagi ibu yang sedang memiliki penyakit herpes. Karena, kuman herpes tidak akan mati dalam air bersuhu 37o celcius dan dikawatirkan akan menimbulkan infeksi dan penularan pada bayi melalui mata, selaput lendir dan tenggorokan bayi. Calon ibu dengan tulang panggul sempit dan bayi sungsang juga akan disarankan untuk tidak mengambil metode ini. Serta  tidak dapat dilakukan jika air ketuban pecah terlebih dahulu. Karena dikhawatirkan air akan terminum oleh bayi dan tersangkut diparu-parunya.
Category: