Kelompok 3


Disusun Oleh :
1. Diah Ayu Saputri (101.0021)
2. Diana Yuli Utami (101.0023)
3. Rifan Hendri        (101.0093)
4. Rinda Mustika     (101.0095)
5. Tri Wahyuni        (101.0107)
6. Ucik Fitri H         (101.0109)

Kelas : S1-4A

Pendahuluan

            Kanker mulut rahim (KMR) atau serviks merupakan keganasan terbanyak pada wanita di negara-negara berkembang. Rendahnya tingkat pendidikan serta  pengetahuan mengenai kanker ini ditambah dengan kebersihan yang buruk dan berbagai factor lain mengakibatkan sebagian besar pasien datang dalam keadaan yang telah lanjut. Bagian-bagian di dunia ini yang memperlihatkan kecenderungan insiden yang tinggi adalah Amerika Latin (40 per 100000 penduduk), Asia Selatan dan Tenggara (30), serta Afrika bagian tengah dan selatan (40). Sedangkan negara-negara di Eropa Barat, Timur Tengah, Amerika Utara (10), dan Jepang memperlihatkan angka yang rendah. Terdapat pergeseran usia kea rah  yang lebih muda dibandingkan dengan dua dasawarsa yang lampau. Di Negara berkembang kelompok penyakit ini adalah ibu-ibu muda dengan tingkat paritas yang tinggi.
Pemeriksaan
1   Pemeriksaan keadaan umum termasuk kelenjar getah bening terutama supraklavikula (kiri), palpasi hepar ; adanya hepar ketok tulang-tulang.
2.      Pemeriksaan klinis ginekologik ; palpasi bimanual pervaginam dan perrektal, diikuti biopsy lesi tumor.
3.      Laboratorium Hematologi rutin ; kimia darah ; fungsi hati dan ginjal. Pemeriksaan HPV (Human Papiloma Virus) untuk saat ini tidak mengubah strategi pengobatan dan dilakukan terbatas pada penelitian.
4.      Pielografi intravena ; melihat adanya sumbatan ureter  uni/bilateral yang diikuti dengan hidronefrosis.
5.      Sistoskopi : terutama pada stadium IIIB, guna melihat adanya fistel
6.      Foto paru-paru
7.      Pemeriksaan limfangiografi jarang dilakukan
8.      CT Scan dan MRI sekalipun dapat mengubah diagnosis namun strategi pengobatan kadang-kadang tidak berubah. Kecuali apabila  dipastikan terdapat kecurigaan metastasis pada kelenjar getah bening paraaortal.

Penatalaksanaan
            Pembedahan diikuti atau tanpa radiasi pada stadium 0,I, dan II Aa [FIGO] atau radiasi saja pada umumnya memberikan hasil pengobatan yang cukup baik.
            Radioterapi menjadi pengobatan terpilih pada KMR stadium IIB-IVA antara  lain karena :
1.      Efektif dan efisien (dibandingkan dengan pembedahan ditambah kemoterapi)
2.      Angka mortalitas praktis nol  dan morbiditas sangat rendah pada penatalaksanaan yang baik
3.      Tidak menimbulkan rasa takut

Pembedahan
            Tindakan pembedahan berupa konisasi dianjurkan terutama pada kasus KMR CIN1, 2 atau 3 pasien muda yang masih menghendaki keturunan,. Sedangkan untuk kasus stadium IA, IB, IIA dengan garis tengah tumor tidak melebihi 3-4 cm (non bulky), tanpa disertai indikasi kontra operasi (usia tua, indeks obesitas yang tinggi,  serta adanya penyakit lain yang tidak terkontrol)  biasanya dipilih tindakan histerektomi transabdominal disertai salpingoovorektomi bilateral. Termasuk di dalamnya pengangkatan ovaria, parametria, sepertiga atas vagina, limfadenektomi pelvis dan sebagian omentum.
Radioterapi
         Radioterapi saja dapat dilaksanakan pada kasus stadium IA, IB, dan II A yang masih operable ataupun tidak resektabel oleh karena tumor yang besar (bulky mass), serta IIB dan IIIA,  IIIB. Radioterapi kuratif juga dapat dilaksanakan bagi pasien-pasien dengan indikasi kontra untuk pembedahan. Pemberian radioteraapi terdiri atas kombinasi radiasi eksterna daerah pelvis dan brakhiterapi. Beberapa senter radioterapi menganjurkan pemberian brakhiterapi prabedah sebagai upaya untuk mematikan sel tumor di sekitar daerah operasi.
          Radiasi pasca bedah diberikan pada kasus-kasus dengan metastasis pada kelenjar geah bening pelvis, dengan sisa  tumor (mikroskopik atau massa), invasi ke dalam stroma, kedalam vaskuler maupun limfatik serta pada jenis adenokarsinoma atau adenoskuamosa.
          Dengan berkembangnya berbagai kemoterapi, serta ini kasus lanjut local KMR masih dapat tertangani secara kuratif dengan pemberian kombinasi radiasi dengan kemoterapi.
        Radiasi paliatif diberikan pada kasus metastasis ke tulanng dan kelenjar getah bening supraklavikula. Pada kasus perdarahan atau penekanan oleh massa tumor yang  mengakibatkan disfungsi suatu organ dapat dilakukan tindakan radiasi kedaruratan
Radiasi Eksterna
    Radiasi eksterna pada KMR ditujukan pada seluruh penggul (SP=Whole Pelvis) lapangan anteroposterior dan posteroanterior (AP-PA). pemberian dari 4 arah yakni (AP-PA) dan laterolateral kiri dan kanan akan mengurangi dosis pada kandung kemih dan rectum. Batas atas adalah perbatasan antara tulang lumbal 4 dan 5, pada percabangan aorta dimana terletak kelenjar getah bening iliaka komunis. Batas lateral kiri dan kanan adalah 1.5 sampai 2 cm dari tepi rongga panggul kea rah lateral. Sebagai batas bawah diambil pertengahan simfisis untuk stadium I dan IIA, sedangkan untuk stadium yang lebih lanjut batas bawah foramen obturatorium. Apabila vagina distal terkena tumor, maka batas bawah ini mengikuti letak marka metal yang ditaruh pada bagian distal tumor secara radiografis.
            Untuk batas-batas lapangan radiasi laterolateral, batas atas dan bawah mengikuti lapangan AP-PA. Batas anterior diletakkan pada bagian tengah tulang simfisis pubis yang tampak secara radiologik. Sedangkan batas posterior mengikuti bagian posterior kurvatura sacrum. Lapangan akan menjadi lebih akurat dengan menengarai kandung kemih dengan kateter balon yang diisi kontras serta pada dinding rectum bagian anterior yang diberi penera logam.
            Pemberian 4 lapangan radiasi akan memberikan distribusi dosis yang lebih sempurna daripada 2 lapangan, di samping menurunkan dosis pada organ kandung kemih dan rectum. Namun kendalanya adalah diperlukan waktu yang lebih lama pada saat pelaksanaan radiasi sehingga tidak dianjurkan untuk diterapkan pada sentra radioterapi dengan jumlah pasien banyak.
            Dikenal pula teknik 4 lapangan yang disebut teknik boks (box technique). Dalam pelaksanaan sehari-hari teknik ini digunakan untuk pemberian booster apabila pada pasien tidak dimungkinkan dilakukan tindakan brakhiterapi karena berbagai alasan, atau pada kasus kambuh. Lapangan boks ini mencakup hanya tumor dan seluruh rahim, yang biasanya  meliputi daerah seluas 10x10 cm.
            Penggunan blok pada radiasi eksterna KMR dianjurkan untuk mengurangi jumlah volume darah yang memperoleh radiasi tanpa mengurangi efektivitas radiasi. Blok digunakan untuk melindungi sebagian usus halus serta kedua kaput femuris. Di samping itu ada pula blok yang dikenal dengan blok uterus atau central shield (CS) yang digunakan untuk membatasi dosis pada rahim serta rectum dan kandung kemih. Blok yang digunakan terbuat dari lempeng timah hitam dengan bentuk yang disesuaikan dengan kebutuhan. Diperlukan ketebalan sehingga diperoleh dosis keluaran sebanyak 1.26 sampai maksimum 3.12%. Berbagai pusat menerapkan metode radiasi dengan posisi tengkurap (prone) ditambah dengan sebuah alat bantu (bellyboard) yang diletakkan antara perut pasien dan meja penyinaran sehingga usus halus akan terdorong ke arah kranial menjauhi lapangan radiasi.
Brakhiterapi
            Brakhiterapi pada KMR terbanyak mengacu pada sistem pemberian Manchester. Digunakan sebuah aplikator intrauterine. Untuk memperoleh distribusi dosis yang optimal diperlukan dua buah aplikator intravaginal, atau ovoid, yang diletakkan pada fornises kiri dan kanan. Dengan konfigurasi demikian akan diperoleh penyebaran dosis menyerupai buah pir atau alpukat pada dimensi bidang datar. Tidak diharapkan penyebaran ini ke arah anterior maupun posterior karena akan mengenai kandung kemih dan rectum.
            Digunakan sebagai acuan adalah titik A.
 Dosis. Berbagai metode pemberian radiasi ekterna dan brakhiterapi yang berlainan mengakibatkan dosis yang berlainan pula. Salah satu metode yang paling banyak digunakan di sentra radioterapi adalah pemberian radiasi eksterna terlebih dahulu kemudian disusul dengan brakhiterapi.
            Radiasi eksterna diberikan 46 Gy, dosis per fraksi 2Gy, lapangan SP(AP-PA) untuk stadium I dan IIA, dan 50 Gy, dosisperfraksi 1.8-2 Gy untuk stadium IIIA dan IIIB, setelah jeda satu minggu, diikuti dengan brakhiterapi sebanyak dua kali dengan dosis masing-masing 8.5 Gy pada titik A. Metode lain adalah pemberian dosis 30 Gy SP (AP-PA) per fraksi 2 Gy, diikuti dengan brakhiterapi sebanyak dua kali masing-masing 10 Gy pada titik A, untuk kemudian dilanjutkan lagi dengan pemberian radiasi eksterna hanya pada parametria sebanyak 20 Gy, per fraksi 2 Gy. Dalam pelaksanaannya teknis metode terakhir ini, radiasi AP-PA pada parametria dilakukan dengan pemasangan blok uterus (central shield). Pemberian radiasi hiperfraksinasi yang dipercepat (accelerated hyperfrationation=AH) merupakan metode radiasi lain guna memperoleh waktu pengobatan (total treatment time) yang lebih pendek. AH dilakukan pada 2 minggu pertama dengan memberikan 150 cGY per fraksi, dalam satu hari diberikan sebanyak dua fraksi SP (AP-PA) sampai diperoleh dosis 30 Gy. Setelah itu dilakukan blok uterus dan radiasi diberikan sebanyak 200 cGY per fraksi satu kali dalam sehari hingga dosis pada parametria mencapai 50 Gy. Pada saat diberlakukannya blok uterus, tindakan brakhiterapi pertama mulai dilakukan brakhiterapi yang dilakukan, seminggu kemudian yang kedua dan pada awal minggu ketiga atau setelah berakhirnya radiasi eksterna dilakukan brakhiterapi yang terakhir. Dosis brakhiterapi HDR adalah 750 cGy per kali pada titik A. dengan demikian akan diperoleh waktu pengobatan total yang lebih pendek daripada metode lain tanpa mengurangi efektivitas pengobatan. Lanciano melaporkan mengenai kaitan lama pengobatan dengan kendali tumor dan kesintasan hidup. Pada kasus yang memperoleh pengobatan kurang dari 6 minggu memperlihatkan hasil pengobatan local dan kesintasan lebih baik secara  bermakna ketimbang mereka yang memperoleh dosis yang sama yang diberikan selama lebih dari 10 minggu.
         Penggunaan blok uterus terbukti dapat mengurangi dosis radiasi eksterna pada kandung kemih menjadi 20 % dari dosis yang diterima tumor.
        Pada masa lalu untuk stadium IV A pemberian radiasi eksterna bersifat paliatif dengan memberikan terlebih dahulu 40 Gy, dengan dosis per fraksi 1.8-2 Gy. Selanjutnya dilakukan evaluasi atas respons tumor. Apabila diperloeh respons parsial atau komplet maka radiasi dapat dilanjutkan dengan brakhiterapi atau booster radiasi eksterna dengan lapangan terbatas. Namun dengan berkembangnya berbagai jenis kemoterapi serta pengetahuan mengenai hal tersebut saat ini kombinasi radiasi dan kemoterapi serta pengetahuan mengenai hal tersebut saat ini kombinasi radiasi dan kemoterapi dapat dilakukan dengan tujuan kuratif.
            Pemberian brakhiterapi, intrakaviter dan intravagina, sampai saat ini masih mengacu pada titik A dan titik B sesuai dengan metode Manchester. Titik A adalah titik imajiner yang terletak 2 cm ke arah lateral kiri dan kanan sumbu uterus dan 2 cm cranial dari garis yang melalui membrane mukosa forniks lateral dalam bidang uterus. Titik ini mewakili anatomik kritis yang merupakan perlintasan antara ureter dan arteri uterine. Sedangkan titik B terletak 3 cm lateral dari titik A. ICRU 38 merekomendasikan titik-titik acuan untuk pengukuran dosis pada kandung kemih dan rectum, parametrium sebelah distal, serta kelenjar-kelenjar getah bening regional. Pemberian dosis mengacu pada kurva isodose 60 Gy yang mencakup uterus dan ovoid. Dosis spesifik pada kandung kemih, rectum, dinding pelvis ditetapkan berdasarkan foto radiologic proyeksi AP-PA dan lateral.
            Apabila digunakan sumber radiasi dengan laju dosis rendah maka dosis pada titik A setelah radiasi eksterna adalah 13 Gy dilakukan 2 kali dengan masa jeda 7 hari. Sedangkan pada pemberian laju dosis tinggi dosis tersebut masing-masing menjadi 8,5 Gy. Pada kasus-kasus yang menggunakan blok uterus dosis brakhiterapi menjadi 22,5 Gy untuk setiap kali pemasangan yang dilakukan dua kali dengan jeda seminggu laju dosis rendah atau 10 Gy laju dosis tinggi.
           Inoue mengumpulkan berbagai laporan mengenai hasil pengobatan dalam hal kendali lokal, kesintasan hidup, dan komplikasi. Dari sebanyak 14 penelitian yang berbeda, mereka yang menggunakan LDR dengan dosis yang diberikan berkisar antara 30-60 Gy dengan jumlah insersi 1-2 kali, sedangkan mereka yang menggunakan HDR dosis berkisar antara 20-30 Gy diberikan dalam fraksi 3-5 fraksi dalam 3-5 minggu. Sepertiga melaporkan bahwa resiko komplikasi berat terjadi pada kelompok yang memperoleh HDR, sepertiga lainnya pada kelompok LDR. Ternyata tidak diperoleh perbedaan yang bermakna dalam hal kesintasan hidup, kendali lokal, dan residu tumor pada sediaan bedah baik kasus yang memperoleh HDR maupun LDR. Arai melaporkan hasil penelitian retrospektif terhadap 1022 pasien KLR bahwa dosis intrakaviter yang optimal adalah 29 +/- 2 Gy dalam 4-5 fraksi dalam 4-5 minggu. Dalam publikasi lainnya Orton melaporkan hasil surveinya terhadap 56 institut di seluruh dunia dan mendapatkan bahwa rata-rata dosis HDR yang digunakan per fraksi adalah 7,5 Gy dan diberikan 5 fraksi. Sebagai faktor konversi dari LDR ke HDR dosis total pada titik A dikurangi dengan faktor 0,54 +/- 0,06.
            Dua buah skema metode pengobatan dengan brakhiterapi. Skema 1 adalah pemberian brakhiterapi dengan metode konvensional sedangkan metode 2 dengan metode blok uterus dan jumlah hari pengobatan yang lebih singkat. Perhatikan bahwa dengan melakukan brakhiterapi bersamaan dengan radiasi eksterna ke 16, 22, dan setelah akhir radiasi akan memperpendek waktu pengobatan total. Selain diperoleh control lokal yang lebih baik tanpa meningkatkan efek samping, juga mengurangi biaya bagi mereka yang tinggal di luar kota. Efek samping pada kandung kemih dan rectum dapat dikurangi dengan penggunaan central shielding yang melindungi kedua organ ini. Kekurangan dosis pada leher rahim dapat diatasi dengan pemberian brakhiterapi.
Pemberian kemoterapi sebagai kombinasi radiasi dilakukan pada radiasi 1, ke 6, 11, dan seterusnya sampai jumlah total pemberian 5 kali. Salah satu jenis kemoterapi yang diberikan adalah kemo berbasis platinum (CCDP seperti Cis platinum 30 mg untuk setiap meter persegi luas permukaan tubuh) yang diberikan 2 smapai 3 jam sebelum radiasi.
Laporan mengenai pengaruh lama total pengobatan ditulis oleh Lanciano dkk yang mengatakan bahwa makin lama masa pengobatan, lebih dari 10 minggu, makin rendah kemungkinan control lokal serta kesintasan hidup 5 tahun. Laporan lain mengenai lama waktu pengobatan dilaporkan oleh Girinsky. Dari analisis multivariate pada 386 pasien stadium IIB dan III diperoleh angka kendali lokal maupun kesintasan hidup yang menurun 1% per hari apabila lama pengobatan lebih dari 52 hari.
            Sejak satu dasawarsa terakhir telah dikembangkan metode brakhiterapi dengan implant transperineal menggunakan MUPIT (Martinez Universal Perineal Interstitial Template). Tindakan implant pada KLR dilakukan pada kasus-kasus lanjut lokal yang refrakter terhadap radiasi, pada kasus-kasus kambuh, baik pasca bedah maupun yang telah memperoleh radiasi penuh sebelumnya. Demikian pula pada kasus stadium dini tetapi dengan ukuran tumor lebih dari 4 cm sehingga tindakan operatif tidak dimungkinkan, pemberian implant ini dapat memperbaiki kendali lokal.
            Teknik implant. Template terdiri atas lubang-lubang dengan jarak yang tetap satu sama lain sedemikian rupa sehingga jarum aplikator dapat dipasang dalam posisi sejajar. Template ini dipasang sejajar dengan bidang perineal dalam posisi vertical. Setelah ditentukan target (Clinical Target Volume = CTV), jarum-jarum dipasang melalui lubang tadi sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh CTV akan memperoleh sebarab dosis yang homogeny. Dihitung pula berapa dosis akan diperoleh kandung kemih (ditengarai dengan balon terisi kontras) dan dinding anterior rectum (ditengarai oleh butir logam). Digunakan sumber radiasi 192 Ir laju dosis tinggi.

Laju dosis
Laju dosis (dose rate) dibagi atas laju dosis tinggi (High Dose Rate = HDR) apabila laju dosisnya di atas 12 Gy/jam ; biasanya digunakan sekitar 100 Gy/jam, (Medium Dose Rate = MDR) dengan laju dosis antara 2-12 Gy/ jam, dan laju dosis rendah (Low Dose Rate = LDR) dengan laju dosis kurang dari 2 Gy/jam. Pembagian ini penting dalam memperhitungkan efek biologic yang terjadi serta untuk pelaksanaan brakhiterapi.
Pada HDR dan MDR pelaksanaan dilakukan dengan metode pascamuat dan kendali jarak jauh (remote control afterloading).
Keuntungan penggunaan metode pascamuat dibandingkan manual adalah :
1.       Paparan terhadap personel minimal sehingga dapat digunakan untuk sumber HDR.
2.       Operator dapat bekerja secara teliti dan perhitungan menjadi lebih akurat.
3.       Dapat dihindari dosis berlebihan pada rectum maupun kandung kemih karena dapat dilakukan perhitungan sebelum sumber radiasi dipasang.
            Sumber yang digunakan pada KLR untuk LDR adalah 226 Ra dan 137 Cs, sedangkan untuk MDR adalah 173 Cs. Saat ini sumber untuk HDR digunakan 60 Co dan 192 Ir.
            Pemberian brakhiterapi pada KLR telah dilakukan sejak ditemukannya unsur radium (226 Ra).  Dilakukan pemasangan aplikator kaku ke dalam intrauterine kemudian 3 buah sumber radium dimasukkan masing-masing 10, 10, dan 15 mg berturut-turut, di mana aktivitas tertinggi terletak pada fundus. Untuk memperoleh sebaran dosis yang homogen diperlukan pula pemasangan ovoid pada forniks dengan dimensi 17,5 mg atau 20 mg dan 22,5 mg, tergantung pada ukran ovoid ini. Dengan metode ini akan diperoleh dosis kumulatif 8000 R selama pemasangan 144 jam, yang biasanya dilakukan 2 kali 72 jam. Unsur radium sekarang ditinggalkan karena mengandung kelemahan antara lain harus dilakukan secara manual sehingga tidak memenuhi asas proteksi radiasi, kemungkina emisi gas radon (222 Rn) serta waktu paruh yang teramat panjang (lebih dari 1500 tahun) sehingga menjadi masalah limbah radioaktif.
            Karena kelemahan di atas maka penggunaan 137 Cs mulai diperkenalkan untuk menggantikan radium. Keuntungan lain adalah dapat dibuat susunan sumber yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan geometri. Dimungkinkan juga konfigurasi isodosis dengan mengatur sumber radiasi berselang seling dengan butir palsu (spacer) yang tidak bersifat radiokatif.
            137 Cs inipun ternyata mempunyai kelemahan antara lain untuk memperoleh laju dosis yang lebih tinggi diperlukan penambahan diameter sumber radioaktif dan juga diameter aplikator.
Sehingga untuk setiap kali pemasangan aplikator diperlukan dilatasi orifisium uteri yang tentunya akan menimbulkan nyeri bagi pasien. Pada beberapa sentra pengobatan sumber radioaktif ini masih tetap dipertahankan karena mempunyai efisiensi biaya.
            Untuk memperoleh waktu rawatan yang pendek diperlukan sumber radioaktif  yang mempunyai laju dosis tinggi. Dengan waktu perawatan yang pendek, pasien tidak memerlukan rawat inap, sehingga biaya bisa ditekan. Keadaan ini lebih menguntungkan bagi senter dengan jumlah pasien yang banyak. Karena itu sejak beberapa dasawarsa lampau digunakan sumber 60 Co dan 192 Ir. Namun untuk ini diperlukan tenaga yang mempunyai pengalaman dan keterampilan tinggi guna menghindari toksisitas radiasi, baik akut maupun lanjut, serta diperlukan penerapan standart keselamatan radiasi yang memenuhi syarat.
Proses Radioterapi
Topeng untuk radioterapi di bagian leher dan kepala
            Terapi radiasi biasanya diberikan setiap hari, lima hari dalam seminggu, selama 6-7 minggu berturut-turut. Tergantung ukuran, lokasi, jenis kanker, kesehatan penderita secara umum, dan pengobatan lain yang diberikan. Tetapi untuk keperluan paliatif (misalnya menghilangkan nyeri pada kanker yang bemetastasis ke tulang), biasanya cukup 2-3 minggu. Terapi itu sendiri setiap kali hanya berlangsung 1-5 menit. Penderita tidak akan merasakan apa pun selama terapi berjalan, tidak lebih seperti menjalani foto Rontgen (X-ray). Tetapi selama menjalani terapi penderita harus diam, tidak bergerak sama sekali, agar pancaran radiasinya tepat mengenai sasaran. Untuk itu bisa dibuatkan masker atau penyangga agar bagian tubuh yang akan dilakukan radioterapi tidak berubah posisi.


Efek Samping
            Efek samping terapi radiasi tidak selalu muncul, tetapi ada yang mengalaminya, menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan kadang cukup parah. Ada yang merasakan beberapa hari/minggu sejak terapi dimulai (dan menghilang beberapa waktu setelah radiasi dihentikan), ada juga yang efek sampingnya baru muncul beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Yang begini biasanya bersifat kronik/permanen.
            Berbeda dengan kemoterapi yang efeknya mengenai seluruh tubuh, khususnya sel-sel yang membelah dengan cepat, dan relatif sama dari satu orang ke orang lain, efek samping radioterapi berbeda-beda tergantung pada area tubuh yang diterapi. Yang paling umum adalah rasa lemah tak bertenaga, yang biasanya muncul beberapa minggu setelah radioterapi dimulai. Banyak yang menjadi penyebabnya. Bisa karena kurang darah, stres, kurang tidur, nyeri, kurang nafsu makan, atau capai karena setiap hari harus ke rumah sakit. Juga, selama radiasi tubuh membutuhkan banyak energi untuk memulihkan sel-sel sehat yang rusak. Setelah terapi dihentikan, efek ini lambat laun menghilang.
Perawatan Kulit
Efek samping lain yang umum terjadi adalah perubahan kulit pada area yang diterapi. Setelah beberapa kali biasanya kulit tampak merah, gosong, lama-kelamaan mengering dan gatal. Tetapi ada juga yang sebaliknya: kulit menjadi lembap, basah, dan mengalami iritasi/lecet, terutama di lipatan-lipatan tubuh. Segeralah konsultasikan kepada dokter sebelum terjadi infeksi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk merawat kulit pada area radiasi, yakni:
Kenakan pakaian berbahan katun yang longgar. Hindari pakaian yang menempel ketat. Tanyakan dokter, bolehkah Anda menggunakan sabun, krim, lotion, salep, parfum, bedak, minyak gosok, atau apa pun pada kulit yang terkena radiasi itu. Jenis/merk apa? Jangan menggunakan perekat di area tersebut. Jika perlu memasang perban di sana, mintalah petunjuk dokter atau perawat. Jangan menggaruk, menggosok, atau menyikat kulit di area irradiasi. Gunakan air suam-suam kuku (dan sabun yang lembut, kalau boleh) untuk membasuhnya, kemudian keringkan dengan lembut dan hati-hati. Jangan menempelkan kompres hangat ataupun dingin. Jika di sana ada rambut yang perlu dicukur, gunakan pencukur listrik tanpa lotion ataupun sikat pembersih rambut. Lindungi kulit dari sinar matahari menggunakan payung atau pakaian yang ringan. Jika ingin menggunakan sunscreen/sunblock lotion, tanyakan pada dokter produk apa yang sesuai. Biasanya efek samping yang terjadi pada kulit akan menghilang beberapa minggu setelah irradiasi dihentikan. Tetapi kadang-kadang warna kulit tetap lebih gelap dibanding sekitarnya, dan lebih sensitif terhadap sinar matahari.

Rambut Rontok
            Radioterapi di daerah kepala dapat mengakibatkan rambut rontok sebagian atau seluruhnya. Tetapi setelah terapi selesai rambut akan tumbuh lagi, walau tekstur dan warnanya mungkin sedikit berbeda. Selama periode terapi sebaiknya kenakan topi lebar yang lembut atau kerudung dari bahan katun. Jika ingin mengenakan wig, pastikan bagian tepinya tidak menggesek kulit Anda.
Perawatan Mulut
            Radiasi di daerah kepala dan leher kadang membuat gigi mudah keropos. Sebelum terapi dimulai sebaiknya datang ke dokter gigi untuk perawatan mulut dan gigi, begitu juga selama radiasi berjalan. Dokter gigi akan membantu mencegah munculnya efek samping di mulut seperti gigi keropos, sariawan, dan mulut kering. Beberapa hal lain yang dapat Anda lakukan adalah: Bersihkan gusi dan gigi dengan sikat yang lembut sedikitnya 4x sehari (sesudah makan dan menjelang tidur). Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride tapi tidak mengandung zat-zat yang bersifat abrasif. Jika terbiasa membersihkan gigi dengan benang gigi (dental floss), bersihkan sela-sela gigi dengan hati-hati setiap hari. Larutkan ½ sendok teh garam dan ½ sendok teh baking soda dalam segelas besar air hangat, dan sering-sering berkumur dengannya. Jangan lupa bilas dengan air bersih/tawar. Oleskan fluoride secara teratur menurut petunjuk dokter gigi. Sariawan pada mulut dan tenggorokan biasanya muncul setelah 2-3 minggu radiasi dimulai, dan baru akan menghilang sekitar sebulan setelah radiasi dihentikan. Mungkin juga merasa sulit menelan, selain sakit juga karena ludah mengental menyebabkan mulut terasa kering.
            Mintalah obat pada dokter/dokter gigi untuk merangsang produksi ludah dan mengurangi rasa sakit waktu menelan. Sering meneguk air dingin (namun bukan air es) atau mengunyah permen karet akan sangat membantu. Begitu juga makan makanan lunak dan berkuah. Jika memakai gigi galsu, mungkin perlu dilepas sementara. Karena kadang gusi sedikit bengkak, sehingga gigi palsu terasa tidak nyaman bahkan mungkin melukai gusi dan menyebabkan infeksi.
Radiasi Dada dan Payudara
            Radioterapi pada kanker payudara dapat menyebabkan bahu agak sulit digerakkan –mintalah nasihat pada dokter tentang senam ringan yang bisa membuatnya lemas kembali. Efek samping lainnya adalah kulit menjadi sedikit gosong, iritasi, atau bengkak. Jika Anda baru saja menjalani operasi lumpektomi atau mastektomi, selama radiasi sebaiknya tidak usah mengenakan BH. Kalau tidak enak, kenakan BH katun yang lembut tanpa kawat penyangga.
            Efek lain yang sering terjadi pada radiasi di daerah dada adalah sakit saat menelan, batuk, demam, dan sesak napas. Jika batuk berlendir, bisa jadi warna dan tekstur lendirnya berubah, tidak seperti biasanya. Tidak usah panik. Utarakan kepada dokter, yang tahu persis bagaimana mengatasinya.
Mengatasi Efek Samping Radiasi Perut
            Terapi radiasi pada daerah perut dapat menyebabkan perut mulas, mual, maupun diare. Jangan minum obat apa pun kecuali dokter yang memberikan. Untuk menghindari mual, makan dengan jarak waktu 1-2 jam sebelum atau setelah radiasi. Tetapi bisa juga rasa mulas, mual, maupun diare itu hanya sekedar karena tegang menghadapi terapi itu. Usahakan bersikap santai saja. Pada minggu ketiga atau keempat sering muncul diare. Mintalah obat pada dokter, juga nasihat tentang perubahan menu makanan. Beberapa hal berikut juga dapat membantu:
            Kurangi makanan berserat seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Lebih baik diminum sarinya saja (dijus kemudian disaring), agar tidak kekurangan vitamin dan mineral. Kurangi makanan yang menimbulkan gas, berlemak, atau terlalu berbumbu. Makan sedikit tetapi sering. Perbanyak mengonsumsi cairan bening (air, teh, kaldu, kuah sup, sari buah, dsb), hindari minuman yang mengandung caffeine. Lanjutkan diet itu sampai dua minggu sesudah radioterapi selesai. Kemudian secara bertahap makanlah diet yang wajar seperti semula. Pengaturan diet merupakan hal yang sangat penting bagi penderita yang menjalani radiasi di daerah perut. Untuk menjaga kondisi tubuh dan menggantikan nutrisi yang hilang karena muntah atau diare, upayakan selalu makan makanan padat gizi.

Sumber :
Seymour I. Schwartz. 2000. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta:EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatn Medikal bedah. Jakarta: EGC
Samadi, heru priyanto. Yes, I know everything about kanker serviks. Solo. 2011. Pt tiga serangkai pustaka mandiiri
 Rasjidi .Iman, Witjaksono. Julianto, Aziz. Farid.2008.Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisipli Penatalaksanaan Kanker Serviks  Dengan Gangguan Ginjal. Jakarta:EGC

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Good job....

Posting Komentar