Kelompok 2




Asuransi kesehatan merupakan pilihan dalam pengembangan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini disebabkan biaya kesehatan kesehatan di masa yang akan datang akan mencapai jumlah yang besar. Dengan demikian biaya kesehatan tidak akan mungkin dibebankan kepada pemerintah atau perusahaan saja, akan tetapi harus ada gotong royong antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat yang kuat dan sehat harus membantu yang lemah dan sakit. Tidak kurang dari 84% penduduk Indonesia tidak terlindungi kesehatannya, sedang 16% memiliki jaminan kesehatan melalui PT Askes, Jamsostek, Dana Sehat, dan lain-lain
Konsep jaminan kesehatan masuk ke masyarakat Indonesia sebenarnya sudah lama.  Untuk menjangkau rakyat lainnya, konsep asuransi kesehatan masuk ke Indonesia pada dekade 1970an dan 1980an. Dengan skala ekonomi yang jauh sangat kecil dibandingkan dengan di negara maju, konsep asuransi kesehatan dimulai dengan dasar pelayanan kesehatan primer di Puskesmas dengan model Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM). Hal ini terlihat dari sejarah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang tidak lepas dari pengaruh DUKM.
Setelah observasi dan pelaksanaan bertahun-tahun terhadap bentuk pemeliharaan kesehatan di mancanegara, dirumuskan JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) sebagai upaya Indonesia untuk mengatasi ancaman terhadap akses pelayanan kesehatan. Tujuan JPKM adalah meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dengan menjaga mutu pelayanan dan mengendalikan biaya pelayanan kesehatan. Diharapkan seluruh penduduk wajib ikut serta dalam JPKM, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk hidup sehat sesuai dengan kebutuhannya, yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia adalah jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)  termasuk didalamnya adalah jampersal (Jaminan Persalinan).
Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, terbitnya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM) atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang. JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Penyediaan sarana kesehatan tentunya harus diimbangi dengan pembiayaan kesehatan yang sehat dan terjangkau bagi semua individu yang memerlukannya. Pembiayaan kesehatan yang telah berlangsung di Negara kita yang bermacam ragamnya. Kita mengenal jaminan kesehatan bagi PNS yang dikelola oleh PT ASKES, JAMKESMAS untuk masyarakat miskin yang dijamin biaya kesehatannya oleh pemerintah pusat, JAMKESDA bagi penduduk di daerah yang memiliki alokasi dana pembiayaan kesehatan bagi penduduk daerah yang memiliki alokasi dana pembiayaan kesehatan bagi warganya, dan yang baru-baru ini digemakan adalah JAMPERSAL untuk pembiayaan persalinan bagi ibu hamil dan bersalin di seluruh Indonesia. Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif.

JAMKESMAS merupakan singkatan dari Jaminan Kesehatan Masyarakat yang merupakan bagian dari pengentasan kemiskinan yang bertujuan agar akses dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dapat ditingkatkan sehingga tidak ada lagi maskin yang kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan karena alasan biaya. Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional
agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun 2005 semester I pemerintah melaksanakan penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin dikelola sepenuhnya oleh PT.Askes (Persero). Berdasarkan pengalaman-pengalaman pelayanan kesehatan di masa lalu dan upaya untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan efisien masih perlu diterapkan mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis asuransi sosial. Program ini sudah berjalan 4 (empat) tahun, dan telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu. Pada tahun 2008 ini terjadi perubahan pada penyaluran dana dan pengelolaannya. (Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, 2008)


Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat bertujuan untuk mengumpulkan sumber daya (pooling resources) dengan cara membayar premi dan membagi atau menyebarkan atau memindahkan resiko sakit (spreading or transfer risk) dari resiko individu ke kelompok, dengan kata lain bertujuan untuk saling gotong royong dan saling membantu mengatasi resiko sakit dan akibat yang ditimbulkan dari resiko sakit tersebut di antara peserta (M. Nadjib, 2000).
Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 40 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan program jaminan kesehatan masyarakat pasal 1 menyatakan bahwa pengaturan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan bertujuan untuk memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pihak terkait dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat, yang penyelenggaraanya mengacu pada prinsip-prinsip:
a.       Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin.
b.      Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional.
c.       Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas.
d.      Efisien, transparan dan akuntabel.

JAMKESMAS memiliki tujuan untuk mewujudkan dilalui dalam programnya, tujuannya meliputi
Tujuan umum :
Meningkatkan akses dan mutu kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan khusus :
a.   Meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu mendapat pelayanan kesehatan di puskesmas serta jaringannya dan rumah sakit.
b.      Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
c.       Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.
JAMKESMAS juga perlu memiliki sasaran untuk menyelenggarakan tujuan yang telah disusun sebelumnya. Sasaran program JAMKESMAS adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.

Dalam program yang telah dijalani JAMKESMAS memiliki beberapa kendala dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah
  1. Kepersertaan : Kepersetaan yang ada diambil dari data BPS yang ada. Saat ini, pemerintah menggunakan data Badan Pusat Statistik tahun 2006 yang menyatakan bahwa jumlah peserta Jamkesmas sebanyak 76,4 juta jiwa. Sedangkan untuk Jamkesmas di tahun 2013 menggunakan data TNP2K dan jumlah peserta yang ditanggung sebanyak 86,4 juta jiwa.
  2. Pelayanan Kesehatan : Pelayanan kesehatan yang mencakup JAMKESMAS adalah jampersal dan jaminan pelayanan pengobatan pada penderita thalasemia. Pelayanan jamkesmas harus digunakan di setiap rumah sakit yang ada di Indonesia. Hal ini merupakan ketetapan menteri kesehatan.
  3. Pendanaan dan Pengorgasisasian : Pengelolaan dana Jamkesmas pada pelayanan dasar dan rujukan menjadi satu pada tim pengelola pusat, sedangkan pengelolaan dana BOK dan Jampersal selain di pusat juga dikelola di kabupaten/kota.

Dalam menetapkan keanggotaan peserta Jamkesmas terdapat beberapa ketentuan umum yang antara lain :
1.  Peserta jamina kesehatan adalah setiap orang yang membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
2.     Peserta program jamkesmas adalah masyarakat miskin dan orang yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayari oleh pemerintah sejumlah 76,4 juta jiwa (dalam hal ini ketetapan tahun 2011). Jumlah kuota data sasaran jamkesmas 2011 adalah sama dengan jumlah kuota tahun 2010.
3.      Peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas tersebut meliputi :
a.       Masyarakat miskin dan tidak mampu
b.      Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas.
c.       Peserta program keluarga harapan yang tidak memiliki kartu jamkesmas
d.      Ibu hamil dan melahirkan serta bayi yang dilahirkan (sampai umur 28 hari)
e.       Penderita thalassemia mayor
4.      Peserta jamkesmas ada yang memiliki kartu sebagai identitas peserta dan ada yang tidak memiliki kartu.
a.       Peserta yang memiliki kartu adalah peserta yang sesuai surat keputusan bupati/walikota
b.      Peserta yang tidak memiliki kartu terdiri dari ;
-          Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar serta penghuni panti sosial
-          Penghuni lapas dan rutan
-          Peserta program keluarga harapan
-          Bayi dan anak yang lahit dari pasnagna suami istri peserta jamkesmas
-          Korban bencana pasca tanggap darurat
-          Sasaran yang dijamin oleh jampersal
-          Penderita talasemia mayor
5.      Bila terjadi kehilangan kartu Jamkesmas, peserta melapor kepada PT. Askes (Persero)
6.     Bagi peserta yang telah meninggal dunia maka haknya hilang dengan pertimbangan akan digantikan oleh bayi yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas sehingga hak peserta yang meninggal tidak dapat dialihkankepada orang lain.
7.   Penyalahgunaan terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.



Status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta Jamkesmas tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan apapun. Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut:
1.      Pelayanan Kesehatan Dasar
  1. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas, menunjukkan surat  rekomendasi dan kartu PKH.
  2. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas dan jaringannya meliputi: pelayanan rawat jalan, rawat inap.
  3. Bila menurut indikasi medis peserta memerlukan pelayanan pada tingkat lanjut maka puskesmas wajib merujuk peserta ke fasilitas kesehatan lanjutan.
  4. Fasilitas kesehatan lanjutan penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jamkesmas disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di fasilitas kesehatan yang merujuk.
  5. Tatalaksana Jaminan Persalinan dan jaminan pengobatan penderita Thalassaemia diatur dengan Petunjuk Teknis tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari pedoman ini.
2.      Pelayanan Tingkat Lanjut
  1. Peserta Jamkesmas yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RJTL dan RITL), dirujuk dari puskesmas dan jaringannya ke fasilitas kesehatan  tingkat lanjutan secara berjenjang dengan membawa kartu peserta Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya/surat rekomendasi dan surat rujukan yang ditunjukkan sejak awal. Pada kasus emergency tidak memerlukan surat rujukan.
  2. Kartu peserta Jamkesmas/identitas kepesertaan lainnya/surat rekomendasi dan surat rujukan dari puskesmas dibawa ke loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) untuk diverifikasi kebenaran dan kelengkapannya, selanjutnya dikeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) oleh petugas PT.Askes (Persero), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan.
  3. Bayi dan anak dari pasangan peserta Jamkesmas (suami dan isteri mempunyai kartu Jamkesmas) yang memerlukan pelayanan menggunakan identitas kepesertaan orang tuanya dan dilampirkan surat keterangan lahir dan Kartu Keluarga orang tuanya.
  4. Pelayanan tingkat lanjut sebagaimana di atas meliputi :
1)      Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di rumah sakit dan balkesmas.
2)      Pelayanan rawat jalan lanjutan yang dilakukan pada balkesmas bersifat pasif (dalam gedung) sebagai fasilitas kesehatan penerima rujukan. Pelayanan balkesmas yang ditanggung oleh program Jamkesmas adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam gedung.
3)      Pelayanan rawat inap bagi peserta diberikan di kelas III (tiga) di rumah sakit.
4)      Pelayanan obat-obatan, alat dan bahan medis habis pakai serta pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya.
  1. Untuk kasus kronis yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu lama, seperti Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal, dan lain-lain, surat rujukan dapat berlaku selama 1 bulan. Untuk kasus kronis lainnya seperti kasus gangguan jiwa, kusta, kasus paru dengan komplikasi, kanker, surat rujukan dapat berlaku selama 3 bulan. Pertimbangan pemberlakuan waktu surat rujukan (1 atau 3 bulan) didasarkan pada pola pemberian obat.
  2. Rujukan pasien antar RS termasuk rujukan RS antar daerah dilengkapi surat rujukan dari rumah sakit asal pasien dengan membawa identitas kepesertaannya untuk dapat dikeluarkan SKP oleh petugas PT. Askes (Persero) pada tempat tujuan rujukan.
  3. Dalam keadaan gawat darurat meliputi:
1)      Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan.
2)  Apabila pada saat penanganan kegawatdaruratan tersebut peserta belum dilengkapi dengan identitas kepesertaannya, maka diberi waktu 2 x 24 jam hari kerja untuk melengkapi identitas kepesertaan tersebut
  1. Untuk pelayanan obat dalam program Jamkesmas mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 1455/Menkes/SK/X/2010, tangggal 4 Oktober 2010 tentang Formularium Program Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Dalam keadaan tertentu, bila memungkinkan RS bisa menggunakan formularium RS.
  2. Bahan habis pakai, darah, dan pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya di Rumah Sakit diklaimkan dalam INA-CBGs dan merupakan satu kesatuan.
  3. Alat Medis Habis Pakai (AMHP) yang dapat diklaim terpisah adalah hanya:
1)      IOL
2)      J Stent (Urologi)
3)      Stent Arteri (Jantung)
4)      VP Shunt (Neurologi)
5)      Mini Plate (Gigi)
6)      Implant Spine dan Non Spine (Orthopedi)
7)      Prothesa (Kusta)
8)      Alat Vitrektomi (Mata)
9)      Pompa Kelasi (Thalassaemia)
10)  Kateter Double Lumen (Hemodialisa)
11)  Implant (Rekonstruksi kosmetik)
12)  Stent (Bedah, THT, Kebidanan)
Rumah sakit wajib membuat daftar dan kisaran harga yang ditetapkan pihak rumah sakit atas masukan komite medikdengan mempertimbangkan efisiensi, efektifitas dan harga tanpa mengorbankan mutu.
  1. Obat hemophilia, onkologi (kanker) dan thalassaemia (HOT) dapat diklaimkan terpisah di luar paket INA-CBGs. Ketentuan obat HOT mengacu pada formularium Jamkesmas atau bila obat tersebut tidak ada dalam formularium Jamkesmas disetarakan dengan obat yang ada dalam formularium Jamkesmas.
  2. Dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosis yang tepat dan jelas sesuai ICD-10 dan ICD-9 CM serta harus menuliskan nama dengan jelas serta menandatangani berkas pemeriksaan (resume medik).
  3. Pada kasus-kasus dengan diagnosis yang kompleks dengan severity level 3 menurut kode INA-CBGs harus mendapatkan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk/diberi tanggung jawab oleh RS untuk hal tersebut.
  4. Pasien yang masuk ke instalasi rawat inap sebagai kelanjutan dari proses perawatan di instalasi rawat jalan atau instalasi gawat darurat hanya diklaim menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs dengan jenis pelayanan rawat inap.
  5. Pasien yang datang pada dua atau lebih instalasi rawat jalan dengan dua atau lebih diagnosis akan tetapi diagnosis tersebut merupakan diagnosis sekunder dari diagnosis utamanya maka diklaimkan menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs.
  6. Fasilitas kesehatan lanjutan melakukan pelayanan dengan efisien dan efektif agar biaya pelayanan seimbang dengan tarif INA-CBGs


Alur Pelayanan Kesehatan menurut PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 903/MENKES/PER/V/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT



Dibawah ini adalah contoh alur berobat pasien baik yang memiliki kartu jamkesmas 
maupun yang tidak memiliki kartu jamkesmas


Pada dasarnya manfaat yang disediakan bagi peserta bersifat komprehensif sesuai kebutuhan medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi antara lain:
1.      Pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya
a.       Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya meliputi pelayanan :
1)      Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
2)      Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
3)      Tindakan medis kecil
4)      Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/ tambal
5)      Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita
6)      Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN)
7)      Pemberian obat.
b.      Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada puskesmas perawatan, meliputi pelayanan :
1) Akomodasi rawat inap
2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
3) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
4) Tindakan medis kecil
5) Pemberian obat
6) Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED)
c.       Persalinan normal dilakukan di puskesmas/bidan di desa/polindes/dirumah pasien fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta.
d.      Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria/diagnosa gawat darurat, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit, terlampir.
2.      Pelayanan kesehatan di FASKES lanjutan
a.       Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) di RS dan Balkesmas meliputi:
1)      Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum.
2)      Rehabilitasi medik
3)      Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
4)      Tindakan medis.
5)      Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan
6)      Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya (kontrasepsi disediakan BKKBN).
7)      Pemberian obat mengacu pada Formularium.
8)      Pelayanan darah.
9)      Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit.
b.      Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III (tiga) RS, meliputi :
1)      Akomodasi rawat inap pada kelas III.
2)      Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
3)      Penunjang diagnostik: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiologi dan elektromedik.
4)      Tindakan medis
5)      Operasi sedang, besar dan khusus
6)      Pelayanan rehabilitasi medis
7)      Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU)
8)      Pemberian obat mengacu pada Formularium
9)      Pelayanan darah
10)  Bahan dan alat kesehatan habis pakai
11)  Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK)
c.       Pelayanan gawat darurat (emergency), kriteria gawat darurat sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit, terlampir.
d.      Seluruh penderita thalassaemia dijamin, termasuk bukan peserta Jamkesmas.
1)      Pengaturan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan bayi baru lahir serta pelayanan KB paska persalinan tertuang dalam petunjuk teknis Jaminan Persalinan.
3.      Pelayanan Yang Dibatasi (Limitation)
a.       Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1, atau lebih sama dengan +0,50 cylindris karena kelainan cylindris (astigmat sudah mengganggu penglihatan), dengan nilai maksimal Rp.150.000 berdasarkan resep dokter.
b.      Alat bantu dengar diberi penggantian sesuai resep dari dokter THT, pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling efisien sesuai kebutuhan medis pasien dan ketersediaan alat di daerah.
c.       Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep dokter dan disetujui Komite Medik atau pejabat yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi sosial peserta tersebut. Pemilihan alat bantu gerak didasarkan pada harga dan ketersediaan alat yang paling efisien di daerah tersebut.
d.      Kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak tersebut diatas disediakan oleh RS bekerja sama dengan pihak-pihak lain dan diklaimkan terpisah dari paket INA-CBGs.
4.      Pelayanan Yang Tidak Dijamin (Exclusion)
a.       Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan
b.      Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
c.       General check up
d.      Prothesis gigi tiruan
e.       Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah
f.       Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi
g.      Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali memang yang bersangkutan sebagai peserta Jamkesmas
h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, baik dalam gedunga maupun luar gedung

1.  Fasilitas kesehatan dalam program Jamkesmas meliputi puskesmas dan jaringannya serta Fasilitas Kesehatan lanjutan (Rumah Sakit dan balkesmas), yang telah bekerja sama dalam program Jamkesmas.
2.     Perjanjian Kerja Sama (PKS) dibuat antara Faskes dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota setempat yang diketahui oleh Tim Pengelola Provinsi meliputi berbagai aspek pengaturannya dan diperbaharui setiap tahunnya apabila FASKES lanjutan tersebut masih berkeinginan menjadi FASKES lanjutan program Jamkesmas.
3.  Fasilitas Kesehatan lanjutan sebagaimana dimaksud butir 1 dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat berdasarkan kebutuhan dengan mempertimbangkan berjalannya proses pengabsahan peserta oleh petugas PT Askes (Persero) serta verifikasi oleh Verifikator Independen.
4.      Jaringan FASKES baru yang ingin bekerja sama dalam program Jamkesmas, mengajukan permohonan tertulis kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/ Kota setempat disertai dokumen lengkap terdiri dari:
a.       Profil FASKES
b.      Perizinan FASKES pemohon (ijin tetap atau ijin operasional sementara)
c.   Penetapan kelas RS (kelas A, B, C, atau D) dari Kementerian Kesehatan. Khusus balkesmas disetarakan dengan RS kelas C/D.
d.   Pernyataan bersedia mengikuti ketentuan dalam program Jamkesmas sebagaimana diatur dalam pedoman pelaksanaan program Jamkesmas, di tandatangani di atas materai Rp. 6000,- oleh Direktur Rumah Sakit.
5.  Berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas maka Tim Pengelola Kabupaten/Kota setempat memberikan penilaian terhadap FASKES pemohon, apabila telah memenuhi persyaratan di atas, maka dilakukan PKS antara Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota dan FASKES, diketahui oleh Tim Pengelola Provinsi (Contoh PKS dapat lihat pada Formulir 3 dan diakses di website www.ppjk.depkes.go.id).
6.      Upaya perbaikan peningkatan pelayanan kesehatan khususnya hal-hal yang terkait dengan perizinan RS, kualifikasi RS dan akreditasi RS terus dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan. dan peningkatan efisiensi baik di puskesmas maupun di rumah sakit dan FASKES lainnya terus dilakukan. Telaah pemanfaatan pelayanan (utilisation review) dilakukan untuk menilai kewajaran pelayanan kesehatan yang dilakukan.
7.      Selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan FASKES yang telah melakukan kerja sama kepada Tim Pengelola Jamkesmas Pusat bersama nomor rekening FASKES lanjutan yang bersangkutan, untuk didaftarkan sebagai FASKES Jamkesmas dengan keputusan Ketua Tim Pengelola JAMKESMAS Pusat.



Daftar Pustaka 
Depkes RI (2008). Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehata Masyarakat (JAMKESMAS). 2008. Jakarta.
Depkes RI. (2009). Petunjuk Teknis Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas dan Jaringannya tahun 2009. Jakarta
Mboi Nafisah. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012.
Tjahja, Indirawati. Sari, Dewi K. 2007. Peran Asuransi Dalam Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia. Dalam : Majalah Kesehatan Depkes RI. No. 173. Jakarta


artikel ini dibuat berdasarkan literatur dan di buat oleh :
KELOMPOK 2
1. Fetriana Ayu Dwitanti (101.0041)
2. Lailiyah Indri Eka Damayanti (101.0057)
3. Malvinas Kusuma (101.0065)
4. Rahayu Aprilia Wilujeng (101.0089)
5. Rizki Amelia Yarinsa (101.0099)
6. Vita Aristiarini (101.0113)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA 
2014

Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar