Kemoterapi Pada Saluran Reproduksi


Tugas Sistem Reproduksi II

KEMOTERAPI PADA SALURAN REPRODUKSI





Disusun oleh :

Ayu Martha I               ( 101.0011 )
Dita Eka C.S                ( 101.0025 )
Elly Elvira                    ( 101.0035 )
Prakoda Bagus S        ( 101.0085 )
Sarah Anindita H        ( 101.0101 )
              


Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Surabaya

BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal abad ke 20, kemoterapi pertama kali dipergunakan oleh Ehrlich yang berasal dari agen anti parasit ((alkylating agent). Penggunaan obat anti kanker dimulai tahun 1946-an dengan ditemukannya secara kebetulan nitrogen mustard yang dapat dipakai untuk mengobati leukemia. Umumnya obat anti-kanker itu sangat toksis, sehingga penggunaannya harus dengan sangat hati-hati dan atas indikasi yang tepat. Sejak waktu itu makin banyak ditemukan obat yang dapat dipakai untuk mengobati kanker. Saat ini dikenal lebih dari 40 jenis obat anti-kanker yang dipakai secara aktif di seluruh dunia. Awalnya kemoterapi memberi kesan kuat pada masyarakat awam maupun sebagian dokter bahwa pemberian kemoterapi anti kanker merupakan pemakaian sia- sia serta membawa dampak toksisitas yang parah. Namun dengan kemajuan ilmu di bidang disiplin onkologi anggapan yang tak beralasan tersebut dapat dihilangkan. Saat ini kemoterapi telah berhasil digunakan untuk berbagai penyakit keganasan. Walaupun toksisitas yang ditimbulkan masih belum dapat dihilangkan seluruhnya namun telah dapat meminimalkan morbiditas yang berlebihan. Skipper pada tahun 1960-an mengungkapkan prinsip-prinsip trial kemoterapi sebagai berikut : sel kanker single dapat tumbuh sampai mencapai masa tumor letal, tumor doubling time menurun dengan meningkatnya tumor burden pada stadium lanjut dari pertumbuhan tumor. Kebanyakan obat kemoterapi menunjukan log cell kill kinetics dan peningkatan yang sama dan log cell kill sebanding dengan dosis, tumor burden berbanding terbalik dengan angka kesembuhan.
Di dunia, diperkirakan 7,6 juta orang meninggal akibat kanker pada tahun 2005 (WHO, 2005) dan 84 juta oranng akan meninggal hingga 10 tahun ke depan. Di Amerika Serikat lebih dari 496.000 orang meninggal akibat proses maligna, setiap tahunnya. Penyebab kematian tersebut meliputi kanker pant, prostat, dan area kolorektal pada pria dan kanker paru, payudara, dan area kolorektal pada wanita. Angka kelangsungan hidup relatif 5 tahun pada tahun 1991 adalah 38 % untuk orang Afrika dan 54 % utuk orang Amerika berkulit putih (Brunner, 2002).
Di Indonesia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia (Depkes, 2003), dan diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Dengan demikian, masalah penyakit kanker terlihat lonjakan yang luar biasa. Dalam jangka waktu 10 tahun, terlihat bahwa peringkat kanker sebagai penyebab kematian naik dari peringkat 12 menjadi peringkat 6. Setiap tahun diperkirakan terdapat 190 ribu penderita bam dan seperlimanya akan meninggal akibat penyakit ini. Namun angka kematian akibat kanker ini sebenamya bisa dikurangi 3-35 persen, asal dilakukan tindakan prevalensi, screening dan deteksi dini. Sebagai catatan, hila seseorang penderita divonis bahwa penyakit kankemya dalam kategori stadium sate, maka harapan hidup lima tahun kedepan akan mencapai 90 persen. Stadium dua, 65 persen, stadium tiga, 15-20 persen, dan stadium empat harapan hidupnya hanya kurang dari lima persen (Diananda, 2008).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kemoterapi
Kanker adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh (Himawan, 2006). Kanker dapat tumbuh di bagian mana saja pada tubuh manusia saja salah satunya di organ-organ reproduksi wanita. Kanker sistem reproduksi wanita adalah pertumbuhan sel-sel abnormal yang tidak berfungsi bagi tubuh yang terjadi pada sistem reproduksi wanita yang berasal dari organ itu sendiri ataupun dari metastase kanker organ lainnya (Junaidi, 2007). Jenis-jenis kanker pada sistem reproduksi wanita adalah sebagai berikut: kanker serviks, kanker rahim, kanker vagina, kanker ovarium, dan kanker payudara.
Kemoterapi (bahasa Inggrischemotherapy) adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.
Kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker dengan metastase klinis ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut, kemoterapi sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi efektif. Hingga saat ini kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi semakin meningkat.
Kemoterapi adalah pemberian golongan obat-obatan tertentu dengan tujuanmenghambat pertumbuhan sel kanker dan bahkan ada yang dapat membunuh sel kanker. Obat itu disebut sitostatika atau obat anti-kanker.
2.2 Peranan kemoterapi dalam terapi tumor
Terapi kanker dewasa ini terutama terdiri dari atas operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis serta beberapa metode lainnya. Terapai operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi kuratif kanker yang bersifat lokal. Begitu timbul residif lokal,  desiminasi dan metastasis jauh, operasi dan radioterapi sering sulit mengendalikannya. Terapi biologis merupakan metode terapi sistemik yang sangat prospektif , namun pada saat ini efektivitasnya masih kurang sehingga belum daat dipakai luas secara klinis.
Beberapa dari terapi operasi dan radioterapi, kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker sistemi (misal: leukimia, mieloma, limfoma, dll) dan kanker dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut lokal , kemoterapi sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi efektif. Walaupun kemoterapi modern timbul sejak diperkenalkannya mostar nitrogen pada perang dunia ke 2 dan hingga kini baru berjalan 50 tahun , karena jenis obat antikanker bertambah dengan pesat, hingga kini yang sudah dapat digunakan yaitu sekitar 70 jenis obat. Hingga saat ini kanker yang dapat disembuhkan mencapai 10 jenis lebih , 5% dari seluruh pasien kanker, menduduki 10% dari angka kematian akibat kanker setiap tahunnya, termasuk kanker trofoblastik, leukimia limfositik akut anak, limfoma hodgkin dan non-hodgkin, kanker sel geminal testis, kanker ovarium , nefroblastoma anak, rabdomiosarkoma embrional, sarkoma ewing dan leukimia granulositik akut dewasa. Sebagian kanker lainnya , merkipun tidak tidak dapt disembuhkan kemoterapi namun lama survivalnya dapat diperpanjang. Kanker jenis ini termasuk kanker mamae, kanker prostat, neuroblastoma, kanker kepala leher, dan lain-lain. Dengan terus bermunculnya obat antikanker baru, peningkatan teknik terapi suportif dan pemanfaatan kemoterapi dosis tinggi, kemoterapi dalam terapi kanker akan semakin berperan besar.
Membunuh sel multiplikasi lebih banyak dibanding sel statis, yang terakhir ini dapat dibagi lagi menjadi spesifik fase tertentu dan non-spesifik fase tertentu.Untuk  membunuh lebuh banyak sel kanker dalam fase siklus berbeda, menurut teori kinetika sel, secara klinis sering dipakai obat dengan mekanisme kerja berbeda dalam kemoterapi kombinasi atau secara sekuensial memakai obat yang tidak bergantung pada siklus sel dan obat yang bergantung pada siklus sel ( kemoterapi sekuensial ). Juga dipakai obat tertentu ( VCR ) yang bekerja pada fase siklus tertentu ( fase M ), agar sebagian besar sel kanker dihambat pada fase M, setelah sel kanker secara bersamaan masuk ke fase S baru dipakai obat untuk fase siklus tersebut ( misal, Ara-C ) sehingga efek mematikan tumor menjadi lebih besar, ini disebut sebagai kemoterapi sinkronisasi. Selain itu, karena obat nonspesifik siklus menunjukkan daya sitotoksik logaritmik terhadap sel kanker mengikuti aturan kinetika orde pertama, sering kali digunakan dosis tinggi satu kali mematikan sejumlah besar sel kanker, sehingga memicu sel fase G0 memasuki siklus multiplikasi . Sel fase G0 pada umumnya berada dalam fase statis yang tidak peka terhadap kemoterapi, mejadi sumber residifnya tumor.
Kerja obat anti kanker sebagai berikut:
1.    Alkilator (alkylating agent)
kelompok anti kanker yang paling penting karena mempunyai aktivitas luas. Cara kerja alkylator ini adalah membentuk ion karbonium (alkil) yang sangat reaktif, gugus alkil ini akan berikatan kovalen silang pada konstituen sel yang nukleofilik sehingga terjadi miscoding. Alkilasi juga menyebabkan labilnya cincin imidazo sehingga cincin tersebut dapat terbuka ketika masih merupakan bagian DNA. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan dan pemecahan DNA. Pada akhirnya akan terjadi ikatan silang (cross link), misalnya dapat terjadi ikatan antara dua guanin dan replikasi DNA tidak terjadi, sehingga sintesis RNA dan protein tidak terjadi sehingga dapat mengakibatkan matinya sel kanker. Obat-obatan yang tergolong alkylator ini antara lain siklofosfamid, ifofosfamid, melphalan, cisplatin, carboplatin dan lain-lain.
2.    Antimetabolik
Obat ini bekerja dengan cara menghambatsintesis RNA dan DNA melalui penghambatan pembentukan asam nukleat dan nukleotida. Antipurin dan antipirimidin mengambil tempat purin dan pirimidin lebih tinggi pada sel kanker daripada sel normal. Dengan demikian penghambatan sintesis DNA lebih tinggi. Yang termasuk obat-obatan ini adalah metotreksat, tioguanin, sitarubin dan fluorouracil.
3.    Antibiotik
Obat ini bekerja dengan cara mengikat rantai DNA sehingga DNA tidak berfungsi sebagai template pada sintesis RNA dan protein. Yang termasuk golongan ini adalah vinkristin, etoposide, tenisoposide dan lain-lain
2.3 Penggunaan Klinis Kemoterapi
Sebelum melakukan kemoterapi, secara klinis harus dipertimbangkan hal-hal berikut :
A.  Tentukan tujuan terapi
Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi paliatif dan investigatif. 

1.      Kemoterapi kuratif

Terhadap tumor sensitif yang kurabel, misal leukimia limfositik akut, limfoma maligna, kanker testis, karsinoma sel kecil paru dll dapat dilakukan kemoterapi kuratif. Skipper melalui penelitian atas galur tumor L1210 dari leukimia mencit menemukan efek obat terhadap sel tumor mengikuti aturan kinetika orde pertama, yaitu dengan dosis tertentu oabt antikanker dapat membunuh proporsi tertentu, bukan nilai konstan tertentu sel kanker. Kemoterapi kuratif harus memakai formula kemoterapi kombinasi yang terdiri atas obat dengan mekanisme kerja berbeda, efek toksik berbeda dan masing-masing efektif bila digunakan tersendiri, diberikan dengan banyak siklus untuk setiap obat dalam formula tersebut diupayakan memakai dosis maksimum yang dapat ditoleransi oleh tubuh, masa interval sedapat mungkin diperpendek agar tercapai pembasmian total sel kanker dalam tubuh. Dewasa ini tidak sedikit kanker yang sudah memiliki beberapa formula kemoterapi kombinasi baku yang terbukti dalam praktek berefek terapi menonjol. Misalnya untuk terapi Hodgkin dengan regimen MOPP ( Mostar Nitrogen,vinkristin, prokarbazin, prednizon ) dan ABVD ( adriamisin, bleomisin, vinblastin, prednison), terapi kanker sel kecil paru dengan regimen PE ( cisplatin, etoposid ) dan CAV ( siklofosfamid, adriamisin, vinkristin ) dll sedapat mungkin digunakan secara klinis.    

2.      Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian terapi kuratif. Karena banyak tumor pada waktu praoperasi sudah memiliki mikro-metastasis di luar lingkup operasi, maka setelah lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan tumbuh semakin pesat, kepekaan terhadap obat bertambah. Pada umumnya tunor bila volume semakin kecil, ratio pertumbuhan semakin tinggi, terhadap kemoterapi semakin peka. Bila tumor mulai di terapi ssemakin dini, semakin sedikit muncul sel tahan obat. Oleh karena itu, terapi dini terhadap mikro-metastasis akan menyebabkan efektivitas meningkat, kemungkinan resistensi obat berkurang, peluang kesembuhan bertambah. Dewasa ini kanker mamae dengan lesi primer sekitar > 1cm, pasca operasi menggunakanregimen CAF. Osteosarkoma pasca amputasi menggunakan regimen T10, T12 dengan metotreksat dosis tinggi dan terapi resku ( HDMTX-CFR ). Pasien kanker kolon dengan metastasis ke kelenjar limfe regional setelah opersai reseksi memakai regimen fluorourasil dan asam folinat ( CF/5-FU ) atau regimen FOLFOX dan lainnya, merupakan contoh keberhasilan kemoterapi adjuvan.  

3.      Kemoterapi neoadjuvan

Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang dilakukan sebelum operasi atau radioterapi. Kanker terlokalisir tertentu hanya dengan operasi atau radioterapi sulit mencapai ketuntasan, jika terlebih dahulu kemoterapi 2-3 siklus dapat mengecilkan tumor, memperbaiki pasokan darah, berguna bagi pelaksanaan operasi dan radioterapi obat yang dipilih termasuk fluorourasil, epirubisin, adriamisin, cisplatin, mitomisin, dan lain-lain. Selain itu untuk mencegah invasi sistem saraf pusat oleh leukimia limfositik akut atau limfoma non-hodgkin, injeksi intradural metotreksat dan sitarabin merupakan metode yang efektif. selanjutnya.  Pada waktu bersamaan  dapat diamati respons tumor terhadap kemoterapi dan secara dini menterapi lesi metastatik subklinis yang mungkin terdapat. Karena kemoterapi neoadjuvan mungkin menghadapi risiko jika kemoterapi tidak efektif peluang operasi akan lenyap, maka harus memakai regimen kemoterapi dengan cukup bukti efektif untuk lesi stadium lanjut. Penilitian mutakhir menunjukkan kemoterapi neoadjuvan meningkatkan peluang operatif untuk kanker kepala leher, kanker sel kecil paru, osteosarkoma, mengurangi pelaksanaan operasi yang membawa kecacatan pada kanker tertentu (laring, kandung kemih, kanalis analis), memperbaiki kualitas hidup sebagian pasien. 

4.       Kemoterapi paliatif

Kebanyakan kanker dewasa ini seperti kanker bukan sel kecil paru, kanker hati, lambung, pankreas, kolon, dll. Hasil kemoterapi masih kurang memuaskan. Untuk kanker seperti itu dalam stadium lanjut kemoterapi masih bersifat paliatif, hanya dapat berperan mengurangi gejala, memperpanjang waktu survival. Dalam hal ini dokter harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang dibawa kemoterapi pada diri pasien, menghindari kemoterapi yang terlalu kuat hingga kualitas hidup pasien menurun atau memperparah perkembangan penyakitnya. 

5.      Kemoterapi investigatif

Kemoterapi investigatif merupakan uji klinis dengan regimen kemoterapi baru atau obat baru yang sedang diteliti. Untuk menemukan obat atau regimen baru dengan efektivitas tinggi toksisitas rendah, penelitian memang diperlukan. Penelitian harus memiliki tujuan yang jelas, rancangan pengujian yang baik, metode observasi dan penilaian yang rinci, dan perlu secara ketat mengikuti prinsip etika kedokteran. Kini sudah terdapat aturan baku kendali mutu, disebut good clinical pratice (GCP).
B.    Penggunaan obat secara rasional
Dalam keadaan biasa, kemoterapi sistemik menggunakan jalur intravena. Obat antimetabolit tertentu seperti 5-FU dengan pemberian berulang berkelanjutan jangka panjang intravena dapat dengan jelas menurunkan toksisitas sehingga dimungkinkan pemakaian dosis lebih besar hingga efektivitas meningkat. Obat lain seperti etoposid (VP-16) dengan dosis kecil per oral hasilnya tidak kalah dibandingkan dosis lebih besar melalui drip intravena dapat digunakan untuk kanker sel kecil dan limfoma stadium lanjut pada pasien lansia bertubuh lemah. Pasien dengan efusi maligna dapat diberikan obat intrakavital yang sering dipakai adalah cisplatin, karboplatin, mitomisin, mostar nitrogen, bleomisin, tiotepa dan lain-lain. Untuk meningkatkan dosis obat dan pada waktu bersamaan mengurangi absorpsi obat intrakavital yang berakibat toksisitas siistemik, maka sewaktu menyuntikkan obat dosis tinggi intrakavital (misal DDP 100-150 mg/m2) secara bersamaan diberikan drip intravena natrium tiosulfat (12 g/m2) untuk detoksifikasi. Metode ini disebut kemoterapi dua jalur (two route chemotherapy). Ada kalanya terhadap tumor terlokalisir untuk meningkatkan kadar obat setempat dapat dilakukan intervensi infus obat intra-rteri (kateterisasi), misalnya intervensi trans-arteri pada hepatoma, kanker kepala leher dikateter lewat arteri karotis eksterna, dan lain-lain.
C.    Perkuat terapi penunjang, aktif mencegah dan mengatasi komplikasi kemoterapi
Hryniuk dan Evin berpendapat intensitas dosis obat merupakan faktor terpenting fektivitas obat. Peningkatan intensitas obat selain meningkatkan efektivitas juga membawa efek toksik lebih besar,termasuk mual muntah hebat, demam, perdarahan, dan lain-lain. Terapi penunjang sistemik, seperti kebersihan lingkungan higiene oral, asuh perawatan yang baik dapat mengurangi kejadian komplikasi. Faktor stimulasi koloni sel hematopoietik ( G-CSF dan GM- CSF ) dapat mencegah dan mengatasi penurunan neutrofil akibat kemoterapi yang dapat menimbulkan infeksi sekunder. Penggunaan kombinasi ruang beraliran udara laminar, cangkok sumsum tulang ( BMT = Bone Marrow transplantation ) atau cangkok sel stem darah tepi ( PBCT = peripheral blood progenitor cell transplantation) serta penggunaan sesuai berbagai faktor pembiak sel hematopoietik dan tindakan lain penunjang sistemik menjamin pelaksanaan kemoterapi dosis superbesar, meningkatkan angka survival leukimia limfositik akut refrakter dan limfoma non-hodgkin serta efektivitas terapi tumor peka kemoterapi tertentu. Belakangan ini ditemukan penggunaan zat penyekat reseptor 5HT3 tertentu seperti ondansentron, granisetron, dan lain-lain, dapat mencegah dan mengobati mual dan muntah. Zat protektor radiasi nuklir amifostin berefek membersihkan radikal bebas oksigen sehingga dapat mengurangi secara jelas toksisitas sumsum tulang, ginjal, saraf, dan kardiotoksiksitas akibat obat anti kanker, dapat menjadi sitoproktetor mengurangi nefrotoksisitas akibat cisplatin.
D.   Mengatasi resintesi obat
Resistensi obat merupakan sebab utama kegagalan kemotrapi. Penyebab  ortimbulnya resistensi obat bervariasi . obat berbeda memiliki mekanisme berbeda. Pada tahun 1979 goldie dan codman mengemukakan model matematik tentang sifat resistensi obat .beranggapan semakin besar ukuran tumor .jumlah multiplikasi semakin banyak , jumlah  sel resisten obat juga semkin banyak , pakai . kemoterapi harys sedini mungkin digunakan . paling baik secara bergantian menggunakan dua set  regimen kemoterapi yang sama efektif tapi tidak memiliki sifat resistensi obat hilang . misalnya untukterapi penyakit hodgkin memakai MOPP ABVD untuk sel kanker sel kecil paru memakai PE/CAV secara bergantian dapat mengurangi resistensi obat . meningkat efektifitas terapi.
Resistensi obat lain yang menarik perhatian adalah resistensi obat berganda ( multiple drug resisten, MDR ). Sel kanker setelah kontak dengan satu jenis obat anti kanker, timbul sifat resistensi terhadap berbagai jenis obat antikanker  lain dengan struktur yang jelas berbeda dan prinsip kerja berbeda. Sifat resistensi obat silang berganda ini sering terjadi pada berbagai bahan obat alami seperti antara golongan alkaloid tumbuhan dan antibiotik . kemungkinan ditimbulkan oleh overekspresi gen resisten obat berganda  ( MDRI ) yang  menyebabkan bertambahnya glikoprotein GP-170 membran sel kanker. Ini memicu bertambahnya rembesan obat antikanker  keluar  lewat membran sel. Pernah ditemukan obat penyekat  saluran kalsium seperti verapamil, diltiazem, inhibitor kolmadulin ( trifluoperazin ) dan antiestrogen tamoksifen dapat merevisi sifat resistensi obat ini, tapi saat ini penelitian tersebut belum diverifikasi secara klinis.
Kesimpulannya, sebagai salah satu metode terapi utama, kemoterapi kanker semakin meluas dimanfaatkan. Berkombinasi dengan operasi dan radioterapi, telah menolong banyak pasien kanker termasuk yang stadium lanjut. Meskipun demikian, pada saat ini masalah kemoterapi termasuk kurang banyaknya pilihan, timbulnya resistensi obat dan toksisitas dan lainnya telah menghambat perkembangannya . dengan terus bermunculannya obat antikanker dengan efektivitas tinggi dan toksisitas rendah, penelitian mendalam terhadap supresor onkogen dan gen resistensi obat serta ekspresi molekulnya, bermunculannya teknologi terapi baru, kemoterapi akan dapat menjadi armamentarium kuat bagi umat manusia mengalahkan kanker.

2.4    Efek Toksik Obat Antitumor
Sebanyak 80% pasien yang mendapatkan kemoterapi akan mengalami mual dan muntah. Selanjutnya, pasien juga mengalami penurunan jumlah sel darah merahsel darah putih, dan trombosit. Kerontokan rambut, termasuk bulu mata dan alis umumnya dimulai 2-3 minggu setelah pengobatan. Kemudian, rambut akan tumbuh kembali setelah 4-8 minggu setelah pengobatan. Kemoterapi juga seringkali dapat menimbulkan mukositis (perlukaan pada dinding saluran cerna / rongga mulut) dan ganggungan saraf tepi seperti kebas dan kesemutan di jari kaki dan tangan.
Kemoterapi dapat mencederai jaringan normal dan menimbulkan berbagai efek samping yang bersifat sementara maupun permanen. Beberapa efek toksik yang sering dijumpai seperti mual, muntah, stomatitis, diare, depresi sumsum tulang dan lain-lain. Efek toksik jangka panjang dapat berupa infertilitas, karsinogenik yang dapat membentuk malignansi sekunder, hingga efek toksik spesifik terhadap organ termasuk ginjal, hati, jantung, paru dan saraf. Organ pendengaran juga tidak terlepas dari efek toksik ini. Efek toksik kemoterapi terdiri atas efek toksik jangka pendek dan jangka panjang.
A. Efek toksik jangka pendek
1.  Depresi Sumsum Tulang
            Depresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi. Kebanyakan obat antitumor, kecuali hormon, bleomisin, L-asparaginase, semuanya menimbulkan leukopenia, trombositopenia, dan anemia dengan derajat bervariasi. Diantaranya obat golongan nitrosourea (BCNU, CCNU dan Me CCNU) dan prokarbazin dapat menimbulkan depresi sumsum tulang tertunda selama 6-8 minggu. Depresi sumsum tulang yang parah dapat menyebabkan timbulnya infeksi, septikemia dan hemoragi visera. Oleh karena itu, memperkuat terapi penunjang sistemik, kebersihan lingkungan, hygiene oral dan perawatan yang baik dapat mengurangi timbulnya komplikasi. Penggunaan rasional faktor stimulasi koloni sel hemopoietik (G-CSF dan GM-CSF) dapat mencegah dan mengatasi infeksi sekunder akibat granulositopenia karena kemoterapi. Infus trombosit, TPO dan interleukin-11 (IL-11, Neuromegs) dapat digunakan untuk terapi trombositopenia karena kemoterapi.
2. Reaksi Gastrointestinal
            Banyak obat antitumor sering menimbulkan mual, muntah dengan derajat bervariasi. Diantaranya, dosis tinggi DDP, DTIC, HN2, Ara-C, CTX, BCNU menimbulkan mual muntah yang hebat. Pemberian penyekat reseptor 5-hidroksitriptamin 3 (5-HT3), seperti ondansetron, granisetron, tropisetron, ramosetron, azasetron, dan lain-lain dapat mencegah dan mengurangi kejadian mual, muntah. 5FU, MTX, bleomisin, adriamisin dapat menimbulkan ulserasi mukosa mulut, selama kemoterapi harus meningkatkan perawatan hygiene oral. Obat jenis 5FU dan CPT-11 kadang kala menimbulkan diaere serius., gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang terjadi harus dikoreksi segera. Diare tertunda akibat CPT-11 harus segera diterapi dengan loperamid.
3. Rudapaksa Fungsi Hati
            MTX, 6MP, 5FU, DTIC, VP-16, asparaginase dan lain-lain dapat menimbulkan rudapaksa hati. Peninggian bilirubin, ALK mempengaruhi ekskresi obat golongan antrasiklin (misal adriamisin) dan golongan vinka alkaloid. Berdasarkan tingkat keparahan rudapaksa fungsi hati perlu dilakukan penyesuaian dosis obat. Perlu perhatian khusus, bahwa obat kemoterapi menyebabkan infeksi virus hepatitis laten memburuk tiba-tiba menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat).
4. Rudapaksa Fungsi Ginjal
            Dosis tinggi siklofosfamid, ifosfamid dapat menimbulkan sistitis hemoragik, penggunaan bersama merkaptoetan sulfonat (mesna) dapat menghambat pembentukan metabolit aktifnya, akrilaldehid, mencegah terjadinya sistitis hemoragik. Dosis tinggi MTX yang diekskresi lewat urin dapat menyumbat diktuli renalis hingga timbul oliguri, uremia. Untuk menjamin keamanan harus dilakukan serentak hidrasi, alkalinasasi, pertolongan CF atau memantau konsentrasi MTX darah. Cisplatinum secara langsung merusak parenkim ginjal, pemakaian dosis tinggi memerlukan hidrasi dan diuresis. Tumor masif yang peka kemoterapi seperti leukemia, limfoma, nefroblastoma anak dan lain-lain bila menjalani kemoterapi, sel tumor akan lisis mati dalam jumlah besar, timbul asam urat dalam jumlah besar dalam waktu singkat yang dapat menimbulkan nefropati asam urat. Oleh karena itu pemberian alopurinol sebelum memulai kemiterapi dapat membantu mencegah timbulnya nefropati asam urat. Tumor ganas yang terdestruksi cepat juga dapat menimbulkan rangkaian gangguan metabolisme seperti hiperurikemia, hiperkalemia dan hiperfosfatemia, ini disebut sindrom lisis akut tumor. Ini perlu dicermati dan ditangani segera secara benar.
5.  Kardiotoksisitas
            Adriamisin, daunorubisin dapat menimbulkan efek kardiotoksik, terutama efek kardiotoksik kumulatif. Dosis total adriamisin harus dikendalikan <550 mg/m2 bila dipakai tunggal dan <450 mg/m2 bila dalam kemoterapi kombinasi. Pada pasien dengan EKG abnormal atau infusiensi jantung, perlu pemantauan jantung selama terapi. Epirubisin, pirarubisin, mitoksantron memiliki kardiotoksisitas yang lebih ringan. Obat lain seperti taksol, herseptin juga berefek kardiotoksik. Penggunaan obat-obat tersebut sedapat mungkin tidak bersamaan dengan radioterapi daerah prekordial.
6.  Pulmotoksisitas
            Penggunaan jangka panjang bleomisin, busulfan (Myleran) dapat menimbulkan fibrosis kronis paru, secara klinis harus mengendalikan dosis totalnya. Obat baru dengan target molekular Iressa dapat menimbulkan pneumonitis intersisial sebagian fatal harus diwaspadai.
7.  Neurotoksisitas
            Vinkristin, cisplatin, oksaliplatin, taksol, dan lain-lain dapat menimbulkan perineuritis. Dosis tunggal VCR (≤2mg) dan dosis total oksaliplatin (≤800 mg/m2) harus ditaati benar. Untuk mengurangi neurotoksisitas oksaliplatin, sewaktu terapi hindari minum air dingin dan mencuci tangan dengan air dingin.
8. Reaksi Alergi
            Bleomisin, asparaginase, taksol, taksotere dan lain-lain dapat menimbulkan menggigil, demam, syok anafilaktik, oedem. Untuk mencegah dan mengurangi reaksi demikian, sebelum memakai bleomisin dapat minum indometasin. Terhadap asparaginase perlu pengujian rekasi alergi, sebelum memakai taksol perlu diberikan deksametason, difrnhidramin, simetidin atau ranitidin. Sebelum dan setelah terapi taksotere diberikan deksametason 3-5 hari. selain itu, VM-26, Ara-C, gemsitabin juga dapat menimbulkan reaksi serupa, dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk mencegah dan mengatasinya.
9. Lainnya
            Obat sejenis adriamisin, taksol, VP-16, CTX, Act-D,5FU dan lain-lain dapat menimbulkan alopesia, melanosis dengan derajat bervariasi, biasanya dapat pulih spontan setelah obat dihentikan. Infus kontinu 5FU, xeloda peroral dapat menimbulkan sindroma tangan kaki (eritroderma palmar-plantar) dengan manifestasi telapak tangan dan kaki nyeri, bercak merah, bengkak, eksudasi, deskuamasi, ulserasi dan lain-lain harus segera mengontrol dosis obat.
10. Efek Toksik Lokal
            Umumnya obat antikanker bersifat iritasi kuat, misal HN2, ADR, MMC, NVB dan lain-lain sering menimbulkan tromboflebitis bervariasi. Pada pasien yang berulang menerima obat sebaiknya melalui kateter yang dipasang ke vena sentral atau vena dalam. Bila terjadi ekstravasasi obat-obat itu keluar vena dan menimbulkan nekrosis jaringan lokal. Ekstravasasi mostar nitrogen dapat segera diatasi dengan infiltrasi lokal M/6 natrium tiosulfat untuk mengurangi efek toksiknya. Ekstravasasi obat lain harus segera diatasi dengan isolasi lokal memakai prolaktin 0,25%.
B. Efek toksik jangka panjang
1. Karsinogenisitas
            Beberapa obat antitumor seperti HN2, prokarbazin, melfalan, dan lain-lain beberapa bulan atau akhir tahun setelah digunakan meningkatkan peluang terjadinya tumor primer kedua.
2. Infertilitas
            Umumnya obat antikanker dapat menekan fungsi spermatozoa dan ovarium hingga timbul penurunan fertilitas. Anak dalam masa pertumbuhan harus mrnghindari overterapi.
3.    Kinetika siklus sel
            Keseluruhan proses pertumbuhan dan pembelahan sel hingga terjadi proliferasi disebut sebagai siklus proliferasi sel atau disingkat siklus sel. Secara konvensional siklus sel dipandang sebagai satu rangkaian berurutan proses molekular dan selular. Dalam proses tersebut, materi genetik bereplikasi lalu melalui proses mitosis dibagi ke dua buah sel anak yang baru dihasilkan. Siklus sel dapat dibagi menjadi dua fase utama yang sama sekali berbeda secara morfologis maupun biokimiawi : fase M (fase mitosis, sel melalui mitosis menghasilkan dua sel anak dengan sifat genetik identik dengan sel induk) dan fse S (fase sintesis DNA, di dalam sel terjadi replikasi DNA hingga tertambah satu kali lipat). Kedua fase itu dipisah oleh fase G (gap), fase G1 (pra fase sintesis DNA) berada sebelum fase S, di dalam sel terjadi sintesis banyak RNA dan protein, sebagai persiapan sintesis DNA fase S, sedangkan fase G2 (pasca fase sintesis DNA) adalah persiapan berbagai protein dan perakitan strukturnya yang diperlukan bagi pembelahan sel.
            Siklus sel dikendalikan oleh serangkaian protein yang disebut siklin disertai enzim kinase yang bergantung pada siklin (CDKs) dan inhibitor terhadap enzim kinase yang bergantung pada siklin (CCKIs). Kompleks siklin/CDK memicu proses siklus sel, khususnya dua pintu haga (checkpoint) utama yaitu G1/S dan G2/M sedangkan CDKI sebaliknya menyebabkan kompleks siklin/CDK nonaktif, meregulasi negatif urutan siklus sel. Semua protein tersebut adalah produk dari berbagai gen regulator siklus sel, misalnya gen RB (retinoblastoma) dan gen p53 adalah gen inhibitor penting yang ikut meregulasi pintu jaga G1/S.
            Jaringan tumor tumbuh lebih cepat dari jaringan normal bukan karena waktu siklus sel tumor memendek, melainkan karena tidak stabilnya gentika sel tumor hingga regulasi siklus sel menjadi tak terkendali. Berbagai penelitian atas tumor pada manusia menunjukkan sejumlah gen supresor tumor yang ikut dalam regulasi siklus sel seperti p53, Rb1 dan CDKN2A dan lain-lain mengalami mutasi atau delesi, sedangkan sejumlah onkogen lain seperti CCND1, CDC25B dan KIPI dan lain-lain oveaktif atau overekspresi. Perubahan tersebut menyebabkan siklus sel tak terkendali, sel tumor berpoliferasi cepat tanpa batas.
Dari segi kinetika siklus sel tumor, pertumbuhan tumor ditentukan oleh terus membelahnya sel yang berada dalam siklus poliferasi sel. Sel lain yang berada di luar siklus poliferasi sel mencakup sel dalam fase statis (G0), sel berdiferensiasi dan menua, sel tak berdaya proliferasi. Jenis tumor berbeda sering kali menunjukkan kinetika siklus sel berbeda pula. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter kinetika sel. Parameter tersebut meliputi : fraksi pertumbuhan (GF= growth fraction; proporsi sel berpoliferasi aktif dari total masa sel), waktu penggandaan (DT= doubling time; waktu yang diperlukan volume tumor bertambah satu kali lipat), indeks pelabelan (LI= labeling index; proporsi sel fase S dengan inti terlabel oleh timidin-tritium 3H-TdR dari total jumlah sel). Pemeriksaan parameter ini dapat memahami kecepatan pertumbuhan tumor dan kepekaannya terhadap obat.

2.5 Mengatasi Efek Samping Kemoterapi
1.    Mual dan muntah
 Hampir 80% pasien
 Anti mual: Zofran, Narfos, Kytril, Primperan, Ativan dll
 Waspada tanda dehidrasi
2.    Penurunan jumlah sel darah merah (RBC) 
Menyebabkan  kekurangan Oksigen, kelemahan 
Hgb 9.5-10 gm/dl perlu supplemen zat besi  
Hgb ≤ 8 gm/dl perlu transfusi
Epogen untuk merangsang produksi RBC

3.    Penurunan  jumlah  sel darah putih (WBC/ Lekosit)  
Resiko tinggi terhadap infeksi  
Growth Factor (GCSF):  leukokine/ granocyte untuk merangsang pembentukan Lekosit   
Ruang/kamar terpisah dari orang yang menderita infeksi (FLU atau penyakit menular lainnya)   
Cuci tangan dengan benar   
Ukur  suhu tubuh tiap 4-6 jam   
Perhatikan: demam, tanda infeksi spt batuk/pilek dan jumlah lekosit dalam darah  
Batasi pengunjung  
Hindari tanaman hidup  
Makanan: buah berkulit, dimasak matang, hindari makanan mentah/lalap
4.    Penurunan jumlah trombosit  
Observasi adanya perdarahan di urine/kotoran  
Hindari penyuntikan secara secara langsung  
Gunakan pencukur elektrik  
Hindari penggunaan kateter dan termometer dubur  
Hindari trauma mulut dengan penggunaan sikatgigi lembut, hindari penggunaan dental gloss dan jangan makan permen yang keras  
Batasi pergerakan/ aktifitas berlebihan untuk mencegah perdarahan otak  
Jika perlu gunakan "stool softeners" untuk menghindari mengejan  
Tranfusi trombosit jika medis mengindikasikan
5.    Mukositis  
Perlukaan pada dinding rongga mulut/saluran cerna  
Kumur2 dengan  ½ NS dan ½ peroxide setiap 12 jam  
Obat Topical analgesic  
Hindari  mouthwash yang mengandung alkohol  
Hindari makanan yang pedas dan keras  
Monitor  status nutrisi pasien
6.    Rambut  Rontok  
2-3 minggu  setelah pengobatan  
Semua rambut termasuk alis dan bulu mata  
4-8 minggu setelah pengobatan akan tumbuh kembali  
Pergunakan wig/ kerudung/ topi    
Perawatan kulit kepala tidak berlebihan
7.    Gangguan Saraf  Tepi  
Kebas  dan kesemutan di jari tangan dan kaki  
Hati-hati : gangguan keseimbangan  dan  jatuh  
Alat bantu/ pendamping
Check This Video...http://www.youtube.com/watch?v=Cdz0ISR9taQ
2.6 Mekanisme Kerja Obat-Obat Kemoterapi
            Berdasarkan kerjanya pada siklus sel, obat kemoterapi dapat dibedakan:
1.      CCDD (Cell Cycle Depending Drugs)
Obat golongan ini hanya dapat bekerja selama ada pembelahan sel, dapatdikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:
              a. CCDD spesifik fase: Obat ini hanya bekerja pada fhase tertentu dari pembelahan sel, sehingga obat ini dapat efektif bekerja jika terdapat dalam jumlah yang cukup pada saat sel tumor memasuki fase tertentu tersebut.
b. CCDD Non Spesicifik Fhase: Obat ini bekerja pada sel-sel tumor yang aktif membelah tetapi tidak tergantung pada pembelahan sel, sehingga obat ini dapat efektif bekerja pada sel-sel tumor yang sedang aktif membelah tanpa tergantung fasenya.
2. CCID (Cell Cycle Independing Drugs)
Obat ini dapat membunuh sel tumor pada setiap keadaan dan tidak tergantung pada pembelahan sel . Suatu obat citostatika dapat bekerja hanya pada satu fhase saja misalnya golongan alkaloid atau dapat juga bekerja pada beberapa fase sekaligus, misalnya golongan anti metabolit.
     Menurut mekanisme kerjanya, maka obat kemoterapi dapat diklasifikasikan menjadi:
1.        Alkylating Agent Obat ini bekenja dengan cara:
a.    Menghambat sintesa DNA dengan menukar gugus alkali sehingga membentuk   ikatan silang DNA.
b.    Mengganggu fungsi sel dengan melakukan transfer gugus alkali pada gugus amino, karboksil, sulfhidril, atau fosfat.
c.    Merupakan golongan sel spesifik non fase spesifik. Yang termasuk golongan ini adalah: Amsacrine, Cisplatin, Busulfan, Carboplatin, Chlorambucil, Dacarbazine, Cyclophospamid, Procarbazin, Ifosphamid, Streptozocin, Thiotepa, Mephalan
2.        Antibiotik Golongan anti tumor antibiotik umumnya obat yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme, yang umumnya bersifat sel non spesifik, terutama berguna untuk tumoryang tumbuh lambat. Mekanisme kerja terutama dengan jalan menghambat sintesa DNAdan RNA. Yang termasuk golongan ini: Actinomicin D, Mithramicin, Bleomicin, Mitomicyn, Daunorubicin, Mitoxantron, Doxorubicin, Epirubicin, Idarubicin.
3.        Antimetabolit. Golongan ini menghambat sintesa asam nukleat. Beberapa antimetabolit memiliki struktur analog dengan molekul normal sel yang diperlukan untuk pembelahan sel, beberapa yang lain menghambat enzym yang penting untuk pembelahan.Secara umumaktifitasnya meningkat pada sel yang membelah cepat. Yang termasuk golongan ini: Azacytidine, Cytarabin, Capecitabine, Fludarabin, Mercaptopurin, Fluorouracil, Metotrexate, Luekovorin, Mitoguazon, Capecitabine, Pentostatin, Gemcitabine, Cladribin, Hydroxyurea, Mercaptopurin, Thioguanin, Metothrexate, Pentostatin, Mitoguazone.
2.7  Pemilihan Obat Rasional
a.    Terapi Kanker
Kemoterapi
1.      Docetaxel
Mekanisme Aksi          : Merupakan racun spindle ® mencegah penggabungan tubulus dengan monomer tubulin.
Kontra Indikasi           : Hipersensitifitas berat terhadap Docetaxel atau Polisorbat 80, jumlah neutrofil kurang dari 1500 sel/mm³ kerusakan hati berat, hamil & menyusui.
Efek Samping              : Neurotoksik dan depresi sutul.
2.      Paclitaxel
Mekanisme Aksi          : Merupakan racun spindle ® mencegah penggabungan tubulus dengan monomer tubulin.
Kontra Indikasi           : Neutropenia ( kurang lebih 1500 sel per mm³ ), Hamil dan laktasi.
Efek Samping              : netropenia, trombositopenia, neuropati perifer, dan reaksi hipersensitif (selama infuse).
3.      Cyclophosphamide
Mekanisme Aksi          : merilis acrolein (penyebab haemorrhagic cystitis) ®dijerat oleh mercaptoethanesulfonate (mesna) ® insidens menurun.
Kontra Indikasi           : Hipersensitif dan haemorrhagic cystitis (radang kandung kemih. Kelainan tulang belakang. Kehamilan & menyusui.
Efek Samping              : gangguan GIT, mielosupresi, alopecia, disfungsi jantung, toksisitas pulmoner, sindroma gangguan sekresi ADH
4.      Cisplatin
Mekanisme Aksi          : Cisplatin bekerja sebagai anti kanker dengan cara menempelkan diri pada DNA (deoxyribonucleic acid) sel kanker dan mencegah pertumbuhannya.
Kontra Indikasi           : Hipersensitif terahadap cisplatin dan komponen platinum lain, kehamilan, menyususi, adanya depresi sumsum tulang yang berat, gangguan fungsi ginjal, dan sistem hematopieti
Efek Samping              : gangguan GIT, hematotoksik ringan, neurotoksik (neuritis perifer, kerusakan saraf akustik).

2.8  EVALUASI OBAT TERPILIH
1.      Terapi Kanker (Kemoterapi)
a.    PAXUS  - kalbe farma
            Komposisi                               : Paclitaxel
Indikasi                                   : Terapi lini pertama dan terapi subsekuen karsinoma ovarium dikombinasi dengan cisplatin.
            Dosis                                       : 175mg/m²= 175mg/1.83m2  = 96mg.
            Frekuensi                                 : Tiap 21 hari
            Durasi                                      :  6bulan.
            Kontra Indikasi                       : neutropenia, hamil, laktasi,
            Efek samping                          : supresi sumsum tulang, bradikardi.
            Harga                                      : 100mg/16,7ml (Rp.2.860.000)
Pasien harus diberikan premedikasi yaitu sebelum pemberian PAXUS untuk mencegah reaksi hipersensitivitas :
a.       Deksametason 20mg peroral 6 jam
b.      Difenhidramin 50 mg I.V 30-60 menit
c.       Ranitidine 50mg I.V 30-60 menit
b.   CISPLATIN EBEWE
            Komposisi                               : cisplatin
            Dosis                                       : 27,45 mg                                                 
            Frekuensi                                 : Tiap 21 hari.
            Durasi                                      : 6 bulan
Kontra Indikasi           : gangguan ginjal & daya pendengaran, hamil dan laktasi
Efek samping              : Penekanan fungsi sumsum tulang, oto toksisitas tulang
            Interaksi Obat : furesamide, hidralazin, propanolol.
            Harga                          : 50mg/100ml x 1 (Rp.265.500)
Alasan Pemilihan Obat         : Kombinasi paclitaxcel dan cisplatin merupakan fisrt line terapi pada kanker ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, C. Suzanne, Brenda G, Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth  Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi Delapan Vol Pertama dan Kedua Cetakan pertama. Jakarta : EGC.
Diananda, Rama. 2008. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Kata hati.
Dipiro, Josep, dkk. 2005, Pharmeucitical A Pathophysiologic Approach, Appleton an Lange, USA
Donges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC: Jakarta
Sukandar, Y.E., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adnyana, I,K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar, 2008, Iso Farmakaterapi, PT.ISFI Penerbitan, Jakarta
Wan, Desen. 2008. Buku Ajar onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta : FKUI



















 












Category: