Di
Indonesia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia (Depkes,
2003), dan diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000
penduduk per tahunnya. Dengan demikian, masalah penyakit kanker terlihat
lonjakan yang luar biasa. Dalam jangka waktu 10 tahun, terlihat bahwa peringkat
kanker sebagai penyebab kematian naik dari peringkat 12 menjadi peringkat 6.
Setiap tahun diperkirakan terdapat 190 ribu penderita bam dan seperlimanya akan
meninggal akibat penyakit ini. Namun angka kematian akibat kanker ini sebenamya
bisa dikurangi 3-35 persen, asal dilakukan tindakan prevalensi, screening dan
deteksi dini. Sebagai catatan, hila seseorang penderita divonis bahwa penyakit
kankemya dalam kategori stadium sate, maka harapan hidup lima tahun kedepan
akan mencapai 90 persen. Stadium dua, 65 persen, stadium tiga, 15-20 persen,
dan stadium empat harapan hidupnya hanya kurang dari lima persen (Diananda,
2008).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian
Kemoterapi
Kanker adalah kumpulan sel abnormal
yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terbatas,
tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh
(Himawan, 2006). Kanker dapat tumbuh di bagian mana saja pada tubuh manusia
saja salah satunya di organ-organ reproduksi wanita. Kanker sistem reproduksi
wanita adalah pertumbuhan sel-sel abnormal yang tidak berfungsi bagi tubuh yang
terjadi pada sistem reproduksi wanita yang berasal dari organ itu sendiri
ataupun dari metastase kanker organ lainnya (Junaidi, 2007). Jenis-jenis kanker
pada sistem reproduksi wanita adalah sebagai berikut: kanker serviks, kanker
rahim, kanker vagina, kanker ovarium, dan kanker payudara.
Kemoterapi (bahasa Inggris: chemotherapy) adalah penggunaan zat kimia untuk
perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif
kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.
Kemoterapi adalah metode terapi
sistemik terhadap kanker dengan metastase klinis ataupun subklinis. Pada kanker
stadium lanjut, kemoterapi sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi
efektif. Hingga saat ini kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi
semakin meningkat.
Kemoterapi
adalah pemberian golongan obat-obatan tertentu dengan tujuanmenghambat
pertumbuhan sel kanker dan bahkan ada yang dapat membunuh sel kanker. Obat itu
disebut sitostatika atau obat anti-kanker.
2.2 Peranan
kemoterapi dalam terapi tumor
Terapi kanker dewasa ini terutama
terdiri dari atas operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis serta
beberapa metode lainnya. Terapai operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi
kuratif kanker yang bersifat lokal. Begitu timbul residif lokal,
desiminasi dan metastasis jauh, operasi dan radioterapi sering sulit
mengendalikannya. Terapi biologis merupakan metode terapi sistemik yang sangat
prospektif , namun pada saat ini efektivitasnya masih kurang sehingga belum
daat dipakai luas secara klinis.
Beberapa dari terapi operasi dan
radioterapi, kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker sistemi
(misal: leukimia, mieloma, limfoma, dll) dan kanker dengan metastasis klinis
ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut lokal , kemoterapi sering menjadi
satu-satunya pilihan metode terapi efektif. Walaupun kemoterapi modern timbul
sejak diperkenalkannya mostar nitrogen pada perang dunia ke 2 dan hingga kini
baru berjalan 50 tahun , karena jenis obat antikanker bertambah dengan pesat,
hingga kini yang sudah dapat digunakan yaitu sekitar 70 jenis obat. Hingga saat
ini kanker yang dapat disembuhkan mencapai 10 jenis lebih , 5% dari seluruh
pasien kanker, menduduki 10% dari angka kematian akibat kanker setiap tahunnya,
termasuk kanker trofoblastik, leukimia limfositik akut anak, limfoma hodgkin
dan non-hodgkin, kanker sel geminal testis, kanker ovarium , nefroblastoma
anak, rabdomiosarkoma embrional, sarkoma ewing dan leukimia granulositik akut
dewasa. Sebagian kanker lainnya , merkipun tidak tidak dapt disembuhkan
kemoterapi namun lama survivalnya dapat diperpanjang. Kanker jenis ini termasuk
kanker mamae, kanker prostat, neuroblastoma, kanker kepala leher, dan
lain-lain. Dengan terus bermunculnya obat antikanker baru, peningkatan teknik
terapi suportif dan pemanfaatan kemoterapi dosis tinggi, kemoterapi dalam
terapi kanker akan semakin berperan besar.
Membunuh sel multiplikasi lebih banyak
dibanding sel statis, yang terakhir ini dapat dibagi lagi menjadi spesifik fase
tertentu dan non-spesifik fase tertentu.Untuk membunuh lebuh banyak sel
kanker dalam fase siklus berbeda, menurut teori kinetika sel, secara klinis
sering dipakai obat dengan mekanisme kerja berbeda dalam kemoterapi kombinasi
atau secara sekuensial memakai obat yang tidak bergantung pada siklus sel dan
obat yang bergantung pada siklus sel ( kemoterapi sekuensial ). Juga dipakai
obat tertentu ( VCR ) yang bekerja pada fase siklus tertentu ( fase M ), agar
sebagian besar sel kanker dihambat pada fase M, setelah sel kanker secara
bersamaan masuk ke fase S baru dipakai obat untuk fase siklus tersebut ( misal,
Ara-C ) sehingga efek mematikan tumor menjadi lebih besar, ini disebut sebagai
kemoterapi sinkronisasi. Selain itu, karena obat nonspesifik siklus menunjukkan
daya sitotoksik logaritmik terhadap sel kanker mengikuti aturan kinetika orde
pertama, sering kali digunakan dosis tinggi satu kali mematikan sejumlah besar
sel kanker, sehingga memicu sel fase G0 memasuki siklus multiplikasi
. Sel fase G0 pada umumnya berada dalam fase statis yang tidak peka
terhadap kemoterapi, mejadi sumber residifnya tumor.
Kerja obat anti kanker sebagai berikut:
1. Alkilator
(alkylating agent)
kelompok anti kanker yang paling penting karena mempunyai
aktivitas luas. Cara kerja alkylator ini adalah membentuk ion karbonium (alkil)
yang sangat reaktif, gugus alkil ini akan berikatan kovalen silang pada
konstituen sel yang nukleofilik sehingga terjadi miscoding. Alkilasi juga
menyebabkan labilnya cincin imidazo sehingga cincin tersebut dapat terbuka
ketika masih merupakan bagian DNA. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan dan
pemecahan DNA. Pada akhirnya akan terjadi ikatan silang (cross link), misalnya
dapat terjadi ikatan antara dua guanin dan replikasi DNA tidak terjadi,
sehingga sintesis RNA dan protein tidak terjadi sehingga dapat mengakibatkan
matinya sel kanker. Obat-obatan yang tergolong alkylator ini antara lain
siklofosfamid, ifofosfamid, melphalan, cisplatin, carboplatin dan lain-lain.
2. Antimetabolik
Obat ini bekerja dengan cara menghambatsintesis RNA dan
DNA melalui penghambatan pembentukan asam nukleat dan nukleotida. Antipurin dan
antipirimidin mengambil tempat purin dan pirimidin lebih tinggi pada sel kanker
daripada sel normal. Dengan demikian penghambatan sintesis DNA lebih tinggi.
Yang termasuk obat-obatan ini adalah metotreksat, tioguanin, sitarubin dan
fluorouracil.
3. Antibiotik
Obat ini bekerja dengan cara mengikat rantai DNA sehingga
DNA tidak berfungsi sebagai template pada sintesis RNA dan protein. Yang
termasuk golongan ini adalah vinkristin, etoposide, tenisoposide dan lain-lain
2.3 Penggunaan
Klinis Kemoterapi
Sebelum melakukan kemoterapi, secara
klinis harus dipertimbangkan hal-hal berikut :
A. Tentukan tujuan
terapi
Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu
kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi
paliatif dan investigatif.
1.
Kemoterapi kuratif
Terhadap tumor sensitif yang kurabel,
misal leukimia limfositik akut, limfoma maligna, kanker testis, karsinoma sel
kecil paru dll dapat dilakukan kemoterapi kuratif. Skipper melalui penelitian
atas galur tumor L1210 dari leukimia mencit menemukan efek obat terhadap sel
tumor mengikuti aturan kinetika orde pertama, yaitu dengan dosis tertentu oabt
antikanker dapat membunuh proporsi tertentu, bukan nilai konstan tertentu sel
kanker. Kemoterapi kuratif harus memakai formula kemoterapi kombinasi yang
terdiri atas obat dengan mekanisme kerja berbeda, efek toksik berbeda dan
masing-masing efektif bila digunakan tersendiri, diberikan dengan banyak siklus
untuk setiap obat dalam formula tersebut diupayakan memakai dosis maksimum yang
dapat ditoleransi oleh tubuh, masa interval sedapat mungkin diperpendek agar
tercapai pembasmian total sel kanker dalam tubuh. Dewasa ini tidak sedikit
kanker yang sudah memiliki beberapa formula kemoterapi kombinasi baku yang
terbukti dalam praktek berefek terapi menonjol. Misalnya untuk terapi Hodgkin
dengan regimen MOPP ( Mostar Nitrogen,vinkristin, prokarbazin, prednizon ) dan
ABVD ( adriamisin, bleomisin, vinblastin, prednison), terapi kanker sel kecil
paru dengan regimen PE ( cisplatin, etoposid ) dan CAV ( siklofosfamid,
adriamisin, vinkristin ) dll sedapat mungkin digunakan secara klinis.
2.
Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi
yang dikerjakan setelah operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian terapi
kuratif. Karena banyak tumor pada waktu praoperasi sudah memiliki
mikro-metastasis di luar lingkup operasi, maka setelah lesi primer dieksisi,
tumor tersisa akan tumbuh semakin pesat, kepekaan terhadap obat bertambah. Pada
umumnya tunor bila volume semakin kecil, ratio pertumbuhan semakin tinggi,
terhadap kemoterapi semakin peka. Bila tumor mulai di terapi ssemakin dini,
semakin sedikit muncul sel tahan obat. Oleh karena itu, terapi dini terhadap
mikro-metastasis akan menyebabkan efektivitas meningkat, kemungkinan resistensi
obat berkurang, peluang kesembuhan bertambah. Dewasa ini kanker mamae dengan
lesi primer sekitar > 1cm, pasca operasi menggunakanregimen CAF.
Osteosarkoma pasca amputasi menggunakan regimen T10, T12 dengan metotreksat
dosis tinggi dan terapi resku ( HDMTX-CFR ). Pasien kanker kolon dengan
metastasis ke kelenjar limfe regional setelah opersai reseksi memakai regimen
fluorourasil dan asam folinat ( CF/5-FU ) atau regimen FOLFOX dan lainnya,
merupakan contoh keberhasilan kemoterapi adjuvan.
3.
Kemoterapi neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang dilakukan
sebelum operasi atau radioterapi. Kanker terlokalisir tertentu hanya dengan
operasi atau radioterapi sulit mencapai ketuntasan, jika terlebih dahulu
kemoterapi 2-3 siklus dapat mengecilkan tumor, memperbaiki pasokan darah,
berguna bagi pelaksanaan operasi dan radioterapi obat yang dipilih termasuk fluorourasil,
epirubisin, adriamisin, cisplatin, mitomisin, dan lain-lain. Selain itu untuk
mencegah invasi sistem saraf pusat oleh leukimia limfositik akut atau limfoma
non-hodgkin, injeksi intradural metotreksat dan sitarabin merupakan metode yang
efektif. selanjutnya. Pada
waktu bersamaan dapat diamati respons tumor terhadap kemoterapi dan
secara dini menterapi lesi metastatik subklinis yang mungkin terdapat. Karena
kemoterapi neoadjuvan mungkin menghadapi risiko jika kemoterapi tidak efektif
peluang operasi akan lenyap, maka harus memakai regimen kemoterapi dengan cukup
bukti efektif untuk lesi stadium lanjut. Penilitian mutakhir menunjukkan
kemoterapi neoadjuvan meningkatkan peluang operatif untuk kanker kepala leher,
kanker sel kecil paru, osteosarkoma, mengurangi pelaksanaan operasi yang
membawa kecacatan pada kanker tertentu (laring, kandung kemih, kanalis analis),
memperbaiki kualitas hidup sebagian pasien.
4.
Kemoterapi paliatif
Kebanyakan kanker dewasa
ini seperti kanker bukan sel kecil paru, kanker hati, lambung, pankreas, kolon,
dll. Hasil kemoterapi masih kurang memuaskan. Untuk kanker seperti itu dalam
stadium lanjut kemoterapi masih bersifat paliatif, hanya dapat berperan
mengurangi gejala, memperpanjang waktu survival. Dalam hal ini dokter harus
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang dibawa kemoterapi pada diri
pasien, menghindari kemoterapi yang terlalu kuat hingga kualitas hidup pasien
menurun atau memperparah perkembangan penyakitnya.
5.
Kemoterapi
investigatif
Kemoterapi investigatif
merupakan uji klinis dengan regimen kemoterapi baru atau obat baru yang sedang
diteliti. Untuk menemukan obat atau regimen baru dengan efektivitas tinggi
toksisitas rendah, penelitian memang diperlukan. Penelitian harus memiliki
tujuan yang jelas, rancangan pengujian yang baik, metode observasi dan
penilaian yang rinci, dan perlu secara ketat mengikuti prinsip etika
kedokteran. Kini sudah terdapat aturan baku kendali mutu, disebut good clinical pratice (GCP).
B. Penggunaan obat secara rasional
Dalam keadaan biasa,
kemoterapi sistemik menggunakan jalur intravena. Obat antimetabolit tertentu
seperti 5-FU dengan pemberian berulang berkelanjutan jangka panjang intravena
dapat dengan jelas menurunkan toksisitas sehingga dimungkinkan pemakaian dosis
lebih besar hingga efektivitas meningkat. Obat lain seperti etoposid (VP-16)
dengan dosis kecil per oral hasilnya tidak kalah dibandingkan dosis lebih besar
melalui drip intravena dapat digunakan untuk kanker sel kecil dan limfoma stadium
lanjut pada pasien lansia bertubuh lemah. Pasien dengan efusi maligna dapat
diberikan obat intrakavital yang sering dipakai adalah cisplatin, karboplatin,
mitomisin, mostar nitrogen, bleomisin, tiotepa dan lain-lain. Untuk
meningkatkan dosis obat dan pada waktu bersamaan mengurangi absorpsi obat
intrakavital yang berakibat toksisitas siistemik, maka sewaktu menyuntikkan
obat dosis tinggi intrakavital (misal DDP 100-150 mg/m2) secara
bersamaan diberikan drip intravena natrium tiosulfat (12 g/m2) untuk
detoksifikasi. Metode ini disebut kemoterapi dua jalur (two route chemotherapy). Ada kalanya terhadap tumor terlokalisir
untuk meningkatkan kadar obat setempat dapat dilakukan intervensi infus obat
intra-rteri (kateterisasi), misalnya intervensi trans-arteri pada hepatoma,
kanker kepala leher dikateter lewat arteri karotis eksterna, dan lain-lain.
C. Perkuat terapi penunjang, aktif
mencegah dan mengatasi komplikasi kemoterapi
Hryniuk dan Evin berpendapat intensitas
dosis obat merupakan faktor terpenting fektivitas obat. Peningkatan intensitas
obat selain meningkatkan efektivitas juga membawa efek toksik lebih
besar,termasuk mual muntah hebat, demam, perdarahan, dan lain-lain. Terapi
penunjang sistemik, seperti kebersihan lingkungan higiene oral, asuh perawatan
yang baik dapat mengurangi kejadian komplikasi. Faktor stimulasi koloni sel
hematopoietik ( G-CSF dan GM- CSF ) dapat mencegah dan mengatasi penurunan
neutrofil akibat kemoterapi yang dapat menimbulkan infeksi sekunder. Penggunaan
kombinasi ruang beraliran udara laminar, cangkok sumsum tulang ( BMT = Bone
Marrow transplantation ) atau cangkok sel stem darah tepi ( PBCT = peripheral
blood progenitor cell transplantation) serta penggunaan sesuai berbagai faktor
pembiak sel hematopoietik dan tindakan lain penunjang sistemik menjamin
pelaksanaan kemoterapi dosis superbesar, meningkatkan angka survival leukimia
limfositik akut refrakter dan limfoma non-hodgkin serta efektivitas terapi
tumor peka kemoterapi tertentu. Belakangan ini ditemukan penggunaan zat penyekat
reseptor 5HT3 tertentu seperti ondansentron, granisetron, dan lain-lain, dapat
mencegah dan mengobati mual dan muntah. Zat protektor radiasi nuklir amifostin
berefek membersihkan radikal bebas oksigen sehingga dapat mengurangi secara
jelas toksisitas sumsum tulang, ginjal, saraf, dan kardiotoksiksitas akibat
obat anti kanker, dapat menjadi sitoproktetor mengurangi nefrotoksisitas akibat
cisplatin.
D. Mengatasi resintesi obat
Resistensi obat merupakan sebab utama kegagalan
kemotrapi. Penyebab ortimbulnya resistensi obat bervariasi . obat berbeda
memiliki mekanisme berbeda. Pada tahun 1979 goldie dan codman mengemukakan
model matematik tentang sifat resistensi obat .beranggapan semakin besar ukuran
tumor .jumlah multiplikasi semakin banyak , jumlah sel resisten obat juga
semkin banyak , pakai . kemoterapi harys sedini mungkin digunakan . paling baik
secara bergantian menggunakan dua set regimen kemoterapi yang sama
efektif tapi tidak memiliki sifat resistensi obat hilang . misalnya untukterapi
penyakit hodgkin memakai MOPP ABVD untuk sel kanker sel kecil paru memakai
PE/CAV secara bergantian dapat mengurangi resistensi obat . meningkat
efektifitas terapi.
Resistensi obat lain yang menarik
perhatian adalah resistensi obat berganda ( multiple drug resisten, MDR ). Sel
kanker setelah kontak dengan satu jenis obat anti kanker, timbul sifat
resistensi terhadap berbagai jenis obat antikanker lain dengan struktur
yang jelas berbeda dan prinsip kerja berbeda. Sifat resistensi obat silang
berganda ini sering terjadi pada berbagai bahan obat alami seperti antara
golongan alkaloid tumbuhan dan antibiotik . kemungkinan ditimbulkan oleh
overekspresi gen resisten obat berganda ( MDRI ) yang menyebabkan
bertambahnya glikoprotein GP-170 membran sel kanker. Ini memicu bertambahnya
rembesan obat antikanker keluar lewat membran sel. Pernah ditemukan
obat penyekat saluran kalsium seperti verapamil, diltiazem, inhibitor
kolmadulin ( trifluoperazin ) dan antiestrogen tamoksifen dapat merevisi sifat
resistensi obat ini, tapi saat ini penelitian tersebut belum diverifikasi
secara klinis.
Kesimpulannya, sebagai salah satu metode terapi utama,
kemoterapi kanker semakin meluas dimanfaatkan. Berkombinasi dengan operasi dan
radioterapi, telah menolong banyak pasien kanker termasuk yang stadium lanjut.
Meskipun demikian, pada saat ini masalah kemoterapi termasuk kurang banyaknya
pilihan, timbulnya resistensi obat dan toksisitas dan lainnya telah menghambat
perkembangannya . dengan terus bermunculannya obat antikanker dengan
efektivitas tinggi dan toksisitas rendah, penelitian mendalam terhadap supresor
onkogen dan gen resistensi obat serta ekspresi molekulnya, bermunculannya
teknologi terapi baru, kemoterapi akan dapat menjadi armamentarium kuat bagi
umat manusia mengalahkan kanker.
2.4
Efek Toksik Obat Antitumor
Sebanyak 80% pasien yang mendapatkan kemoterapi akan mengalami mual dan
muntah. Selanjutnya, pasien juga mengalami penurunan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Kerontokan
rambut, termasuk bulu mata dan alis umumnya dimulai 2-3 minggu setelah
pengobatan. Kemudian, rambut akan tumbuh kembali setelah 4-8 minggu setelah
pengobatan. Kemoterapi juga seringkali dapat menimbulkan mukositis (perlukaan
pada dinding saluran cerna / rongga mulut) dan ganggungan saraf tepi seperti
kebas dan kesemutan di jari kaki dan tangan.
Kemoterapi dapat mencederai jaringan normal dan
menimbulkan berbagai efek samping yang bersifat sementara maupun permanen.
Beberapa efek toksik yang sering dijumpai seperti mual, muntah, stomatitis,
diare, depresi sumsum tulang dan lain-lain. Efek toksik jangka panjang dapat berupa
infertilitas, karsinogenik yang dapat membentuk malignansi sekunder, hingga
efek toksik spesifik terhadap organ termasuk ginjal, hati, jantung, paru dan
saraf. Organ pendengaran juga tidak terlepas dari efek toksik ini. Efek toksik
kemoterapi terdiri atas efek toksik jangka pendek dan jangka panjang.
A. Efek toksik jangka pendek
1.
Depresi Sumsum Tulang
Depresi sumsum tulang merupakan
hambatan terbesar kemoterapi. Kebanyakan obat antitumor, kecuali hormon,
bleomisin, L-asparaginase, semuanya menimbulkan leukopenia, trombositopenia,
dan anemia dengan derajat bervariasi. Diantaranya obat golongan nitrosourea
(BCNU, CCNU dan Me CCNU) dan prokarbazin dapat menimbulkan depresi sumsum
tulang tertunda selama 6-8 minggu. Depresi sumsum tulang yang parah dapat
menyebabkan timbulnya infeksi, septikemia dan hemoragi visera. Oleh karena itu,
memperkuat terapi penunjang sistemik, kebersihan lingkungan, hygiene oral dan
perawatan yang baik dapat mengurangi timbulnya komplikasi. Penggunaan rasional
faktor stimulasi koloni sel hemopoietik (G-CSF dan GM-CSF) dapat mencegah dan
mengatasi infeksi sekunder akibat granulositopenia karena kemoterapi. Infus
trombosit, TPO dan interleukin-11 (IL-11, Neuromegs) dapat digunakan untuk
terapi trombositopenia karena kemoterapi.
2.
Reaksi Gastrointestinal
Banyak obat antitumor sering
menimbulkan mual, muntah dengan derajat bervariasi. Diantaranya, dosis tinggi
DDP, DTIC, HN2, Ara-C, CTX, BCNU menimbulkan mual muntah yang hebat.
Pemberian penyekat reseptor 5-hidroksitriptamin 3 (5-HT3), seperti ondansetron,
granisetron, tropisetron, ramosetron, azasetron, dan lain-lain dapat mencegah
dan mengurangi kejadian mual, muntah. 5FU, MTX, bleomisin, adriamisin dapat
menimbulkan ulserasi mukosa mulut, selama kemoterapi harus meningkatkan
perawatan hygiene oral. Obat jenis 5FU dan CPT-11 kadang kala menimbulkan
diaere serius., gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang terjadi harus
dikoreksi segera. Diare tertunda akibat CPT-11 harus segera diterapi dengan
loperamid.
3.
Rudapaksa Fungsi Hati
MTX, 6MP, 5FU, DTIC, VP-16,
asparaginase dan lain-lain dapat menimbulkan rudapaksa hati. Peninggian
bilirubin, ALK mempengaruhi ekskresi obat golongan antrasiklin (misal
adriamisin) dan golongan vinka alkaloid. Berdasarkan tingkat keparahan rudapaksa
fungsi hati perlu dilakukan penyesuaian dosis obat. Perlu perhatian khusus,
bahwa obat kemoterapi menyebabkan infeksi virus hepatitis laten memburuk
tiba-tiba menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat).
4.
Rudapaksa Fungsi Ginjal
Dosis tinggi siklofosfamid,
ifosfamid dapat menimbulkan sistitis hemoragik, penggunaan bersama merkaptoetan
sulfonat (mesna) dapat menghambat pembentukan metabolit aktifnya, akrilaldehid,
mencegah terjadinya sistitis hemoragik. Dosis tinggi MTX yang diekskresi lewat
urin dapat menyumbat diktuli renalis hingga timbul oliguri, uremia. Untuk
menjamin keamanan harus dilakukan serentak hidrasi, alkalinasasi, pertolongan
CF atau memantau konsentrasi MTX darah. Cisplatinum secara langsung merusak
parenkim ginjal, pemakaian dosis tinggi memerlukan hidrasi dan diuresis. Tumor
masif yang peka kemoterapi seperti leukemia, limfoma, nefroblastoma anak dan
lain-lain bila menjalani kemoterapi, sel tumor akan lisis mati dalam jumlah
besar, timbul asam urat dalam jumlah besar dalam waktu singkat yang dapat
menimbulkan nefropati asam urat. Oleh karena itu pemberian alopurinol sebelum
memulai kemiterapi dapat membantu mencegah timbulnya nefropati asam urat. Tumor
ganas yang terdestruksi cepat juga dapat menimbulkan rangkaian gangguan
metabolisme seperti hiperurikemia, hiperkalemia dan hiperfosfatemia, ini
disebut sindrom lisis akut tumor. Ini perlu dicermati dan ditangani segera
secara benar.
5.
Kardiotoksisitas
Adriamisin, daunorubisin dapat
menimbulkan efek kardiotoksik, terutama efek kardiotoksik kumulatif. Dosis
total adriamisin harus dikendalikan <550 mg/m2 bila dipakai
tunggal dan <450 mg/m2 bila dalam kemoterapi kombinasi. Pada
pasien dengan EKG abnormal atau infusiensi jantung, perlu pemantauan jantung
selama terapi. Epirubisin, pirarubisin, mitoksantron memiliki kardiotoksisitas
yang lebih ringan. Obat lain seperti taksol, herseptin juga berefek
kardiotoksik. Penggunaan obat-obat tersebut sedapat mungkin tidak bersamaan
dengan radioterapi daerah prekordial.
6.
Pulmotoksisitas
Penggunaan jangka panjang bleomisin,
busulfan (Myleran) dapat menimbulkan fibrosis kronis paru, secara klinis harus
mengendalikan dosis totalnya. Obat baru dengan target molekular Iressa dapat
menimbulkan pneumonitis intersisial sebagian fatal harus diwaspadai.
7.
Neurotoksisitas
Vinkristin, cisplatin, oksaliplatin,
taksol, dan lain-lain dapat menimbulkan perineuritis. Dosis tunggal VCR (≤2mg)
dan dosis total oksaliplatin (≤800 mg/m2) harus ditaati benar. Untuk
mengurangi neurotoksisitas oksaliplatin, sewaktu terapi hindari minum air
dingin dan mencuci tangan dengan air dingin.
8.
Reaksi Alergi
Bleomisin, asparaginase, taksol,
taksotere dan lain-lain dapat menimbulkan menggigil, demam, syok anafilaktik,
oedem. Untuk mencegah dan mengurangi reaksi demikian, sebelum memakai bleomisin
dapat minum indometasin. Terhadap asparaginase perlu pengujian rekasi alergi,
sebelum memakai taksol perlu diberikan deksametason, difrnhidramin, simetidin
atau ranitidin. Sebelum dan setelah terapi taksotere diberikan deksametason 3-5
hari. selain itu, VM-26, Ara-C, gemsitabin juga dapat menimbulkan reaksi
serupa, dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk mencegah dan mengatasinya.
9.
Lainnya
Obat sejenis adriamisin, taksol,
VP-16, CTX, Act-D,5FU dan lain-lain dapat menimbulkan alopesia, melanosis
dengan derajat bervariasi, biasanya dapat pulih spontan setelah obat
dihentikan. Infus kontinu 5FU, xeloda peroral dapat menimbulkan sindroma tangan
kaki (eritroderma palmar-plantar) dengan manifestasi telapak tangan dan kaki
nyeri, bercak merah, bengkak, eksudasi, deskuamasi, ulserasi dan lain-lain
harus segera mengontrol dosis obat.
10.
Efek Toksik Lokal
Umumnya obat antikanker bersifat
iritasi kuat, misal HN2, ADR, MMC, NVB dan lain-lain sering
menimbulkan tromboflebitis bervariasi. Pada pasien yang berulang menerima obat
sebaiknya melalui kateter yang dipasang ke vena sentral atau vena dalam. Bila
terjadi ekstravasasi obat-obat itu keluar vena dan menimbulkan nekrosis
jaringan lokal. Ekstravasasi mostar nitrogen dapat segera diatasi dengan
infiltrasi lokal M/6 natrium tiosulfat untuk mengurangi efek toksiknya.
Ekstravasasi obat lain harus segera diatasi dengan isolasi lokal memakai
prolaktin 0,25%.
B. Efek toksik jangka
panjang
1.
Karsinogenisitas
Beberapa obat antitumor seperti HN2,
prokarbazin, melfalan, dan lain-lain beberapa bulan atau akhir tahun setelah
digunakan meningkatkan peluang terjadinya tumor primer kedua.
2.
Infertilitas
Umumnya obat antikanker dapat
menekan fungsi spermatozoa dan ovarium hingga timbul penurunan fertilitas. Anak
dalam masa pertumbuhan harus mrnghindari overterapi.
3. Kinetika
siklus sel
Keseluruhan proses pertumbuhan dan
pembelahan sel hingga terjadi proliferasi disebut sebagai siklus proliferasi
sel atau disingkat siklus sel. Secara konvensional siklus sel dipandang sebagai
satu rangkaian berurutan proses molekular dan selular. Dalam proses tersebut,
materi genetik bereplikasi lalu melalui proses mitosis dibagi ke dua buah sel
anak yang baru dihasilkan. Siklus sel dapat dibagi menjadi dua fase utama yang
sama sekali berbeda secara morfologis maupun biokimiawi : fase M (fase mitosis,
sel melalui mitosis menghasilkan dua sel anak dengan sifat genetik identik
dengan sel induk) dan fse S (fase sintesis DNA, di dalam sel terjadi replikasi
DNA hingga tertambah satu kali lipat). Kedua fase itu dipisah oleh fase G
(gap), fase G1 (pra fase sintesis DNA) berada sebelum fase S, di
dalam sel terjadi sintesis banyak RNA dan protein, sebagai persiapan sintesis
DNA fase S, sedangkan fase G2 (pasca fase sintesis DNA) adalah
persiapan berbagai protein dan perakitan strukturnya yang diperlukan bagi
pembelahan sel.
Siklus sel dikendalikan oleh
serangkaian protein yang disebut siklin disertai enzim kinase yang bergantung
pada siklin (CDKs) dan inhibitor terhadap enzim kinase yang bergantung pada
siklin (CCKIs). Kompleks siklin/CDK memicu proses siklus sel, khususnya dua
pintu haga (checkpoint) utama yaitu G1/S dan G2/M
sedangkan CDKI sebaliknya menyebabkan kompleks siklin/CDK nonaktif, meregulasi
negatif urutan siklus sel. Semua protein tersebut adalah produk dari berbagai
gen regulator siklus sel, misalnya gen RB (retinoblastoma) dan gen p53 adalah
gen inhibitor penting yang ikut meregulasi pintu jaga G1/S.
Jaringan tumor tumbuh lebih cepat
dari jaringan normal bukan karena waktu siklus sel tumor memendek, melainkan
karena tidak stabilnya gentika sel tumor hingga regulasi siklus sel menjadi tak
terkendali. Berbagai penelitian atas tumor pada manusia menunjukkan sejumlah
gen supresor tumor yang ikut dalam regulasi siklus sel seperti p53, Rb1 dan
CDKN2A dan lain-lain mengalami mutasi atau delesi, sedangkan sejumlah onkogen
lain seperti CCND1, CDC25B dan KIPI dan lain-lain oveaktif atau overekspresi.
Perubahan tersebut menyebabkan siklus sel tak terkendali, sel tumor
berpoliferasi cepat tanpa batas.
Dari segi kinetika siklus sel tumor, pertumbuhan
tumor ditentukan oleh terus membelahnya sel yang berada dalam siklus poliferasi
sel. Sel lain yang berada di luar siklus poliferasi sel mencakup sel dalam fase
statis (G0), sel berdiferensiasi dan menua, sel tak berdaya
proliferasi. Jenis tumor berbeda sering kali menunjukkan kinetika siklus sel
berbeda pula. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter kinetika sel.
Parameter tersebut meliputi : fraksi pertumbuhan (GF= growth fraction; proporsi
sel berpoliferasi aktif dari total masa sel), waktu penggandaan (DT= doubling
time; waktu yang diperlukan volume tumor bertambah satu kali lipat), indeks
pelabelan (LI= labeling index; proporsi sel fase S dengan inti terlabel oleh timidin-tritium
3H-TdR dari total jumlah sel). Pemeriksaan parameter ini dapat memahami
kecepatan pertumbuhan tumor dan kepekaannya terhadap obat.
2.5 Mengatasi Efek Samping Kemoterapi
1. Mual dan muntah
Hampir 80% pasien
Anti mual: Zofran, Narfos, Kytril, Primperan,
Ativan dll
Waspada tanda dehidrasi
2. Penurunan jumlah sel darah merah
(RBC)
Menyebabkan kekurangan Oksigen, kelemahan
Hgb 9.5-10 gm/dl perlu supplemen zat besi
Hgb ≤ 8 gm/dl perlu transfusi
Epogen untuk merangsang produksi RBC
3. Penurunan jumlah sel
darah putih (WBC/ Lekosit)
Resiko tinggi terhadap infeksi
Growth Factor (GCSF): leukokine/ granocyte
untuk merangsang pembentukan Lekosit
Ruang/kamar terpisah dari orang yang menderita
infeksi (FLU atau penyakit menular lainnya)
Cuci tangan dengan benar
Ukur suhu tubuh tiap 4-6 jam
Perhatikan: demam, tanda infeksi spt batuk/pilek
dan jumlah lekosit dalam darah
Batasi pengunjung
Hindari tanaman hidup
Makanan: buah berkulit, dimasak matang, hindari
makanan mentah/lalap
4. Penurunan jumlah trombosit
Observasi adanya perdarahan di urine/kotoran
Hindari penyuntikan secara secara langsung
Gunakan pencukur elektrik
Hindari penggunaan kateter dan termometer dubur
Hindari trauma mulut dengan penggunaan sikatgigi
lembut, hindari penggunaan dental gloss dan jangan makan permen yang keras
Batasi pergerakan/ aktifitas berlebihan untuk
mencegah perdarahan otak
Jika perlu gunakan "stool softeners"
untuk menghindari mengejan
Tranfusi trombosit jika medis mengindikasikan
5. Mukositis
Perlukaan pada dinding rongga mulut/saluran cerna
Kumur2 dengan ½ NS dan ½ peroxide setiap 12
jam
Obat Topical analgesic
Hindari mouthwash yang mengandung alkohol
Hindari makanan yang pedas dan keras
Monitor status nutrisi pasien
6. Rambut Rontok
2-3 minggu setelah pengobatan
Semua rambut termasuk alis dan bulu mata
4-8 minggu setelah pengobatan akan tumbuh kembali
Pergunakan wig/ kerudung/ topi
Perawatan kulit kepala tidak berlebihan
7. Gangguan Saraf Tepi
Kebas dan kesemutan di jari tangan dan kaki
Hati-hati : gangguan keseimbangan dan
jatuh
Alat bantu/ pendamping
Berdasarkan
kerjanya pada siklus sel, obat kemoterapi dapat dibedakan:
1.
CCDD (Cell Cycle Depending Drugs)
Obat golongan
ini hanya dapat bekerja selama ada pembelahan sel, dapatdikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu:
a.
CCDD spesifik fase: Obat ini hanya bekerja pada fhase tertentu dari pembelahan
sel, sehingga obat ini dapat efektif bekerja jika terdapat dalam jumlah yang
cukup pada saat sel tumor memasuki fase tertentu tersebut.
b.
CCDD Non Spesicifik Fhase: Obat ini bekerja pada sel-sel tumor yang aktif
membelah tetapi tidak tergantung pada pembelahan sel, sehingga obat ini dapat
efektif bekerja pada sel-sel tumor yang sedang aktif membelah tanpa tergantung
fasenya.
2. CCID (Cell Cycle Independing Drugs)
Obat
ini dapat membunuh sel tumor pada setiap keadaan dan tidak tergantung pada
pembelahan sel . Suatu obat citostatika dapat bekerja hanya pada satu fhase
saja misalnya golongan alkaloid atau dapat juga bekerja pada beberapa fase
sekaligus, misalnya golongan anti metabolit.
Menurut mekanisme kerjanya, maka obat kemoterapi dapat diklasifikasikan
menjadi:
1.
Alkylating Agent Obat ini bekenja dengan
cara:
a. Menghambat
sintesa DNA dengan menukar gugus alkali sehingga membentuk ikatan silang DNA.
b. Mengganggu
fungsi sel dengan melakukan transfer gugus alkali pada gugus amino, karboksil,
sulfhidril, atau fosfat.
c. Merupakan
golongan sel spesifik non fase spesifik. Yang termasuk golongan ini adalah:
Amsacrine, Cisplatin, Busulfan, Carboplatin, Chlorambucil, Dacarbazine,
Cyclophospamid, Procarbazin, Ifosphamid, Streptozocin, Thiotepa, Mephalan
2.
Antibiotik Golongan anti tumor
antibiotik umumnya obat yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme, yang umumnya
bersifat sel non spesifik, terutama berguna untuk tumoryang tumbuh lambat.
Mekanisme kerja terutama dengan jalan menghambat sintesa DNAdan RNA. Yang
termasuk golongan ini: Actinomicin D, Mithramicin, Bleomicin, Mitomicyn,
Daunorubicin, Mitoxantron, Doxorubicin, Epirubicin, Idarubicin.
3.
Antimetabolit. Golongan ini menghambat
sintesa asam nukleat. Beberapa antimetabolit memiliki struktur analog dengan
molekul normal sel yang diperlukan untuk pembelahan sel, beberapa yang lain
menghambat enzym yang penting untuk pembelahan.Secara umumaktifitasnya
meningkat pada sel yang membelah cepat. Yang termasuk golongan ini:
Azacytidine, Cytarabin, Capecitabine, Fludarabin, Mercaptopurin, Fluorouracil,
Metotrexate, Luekovorin, Mitoguazon, Capecitabine, Pentostatin, Gemcitabine,
Cladribin, Hydroxyurea, Mercaptopurin, Thioguanin, Metothrexate, Pentostatin,
Mitoguazone.
2.7 Pemilihan
Obat Rasional
a.
Terapi Kanker
Kemoterapi
1. Docetaxel
Mekanisme Aksi : Merupakan racun spindle ® mencegah penggabungan tubulus dengan
monomer tubulin.
Kontra Indikasi : Hipersensitifitas berat terhadap Docetaxel atau
Polisorbat 80, jumlah neutrofil kurang dari 1500 sel/mm³ kerusakan hati berat,
hamil & menyusui.
Efek Samping : Neurotoksik dan depresi sutul.
2.
Paclitaxel
Mekanisme Aksi : Merupakan racun spindle ® mencegah penggabungan tubulus dengan
monomer tubulin.
Kontra Indikasi : Neutropenia
( kurang lebih 1500 sel per mm³ ), Hamil dan laktasi.
Efek Samping : netropenia, trombositopenia, neuropati perifer,
dan reaksi hipersensitif (selama infuse).
3.
Cyclophosphamide
Mekanisme Aksi : merilis acrolein (penyebab
haemorrhagic cystitis) ®dijerat oleh mercaptoethanesulfonate (mesna) ® insidens menurun.
Kontra Indikasi : Hipersensitif
dan haemorrhagic cystitis (radang kandung kemih. Kelainan tulang belakang.
Kehamilan & menyusui.
Efek Samping : gangguan GIT,
mielosupresi, alopecia, disfungsi jantung, toksisitas pulmoner, sindroma
gangguan sekresi ADH
4.
Cisplatin
Mekanisme Aksi : Cisplatin bekerja sebagai
anti kanker dengan cara menempelkan diri pada DNA (deoxyribonucleic acid) sel
kanker dan mencegah pertumbuhannya.
Kontra Indikasi : Hipersensitif
terahadap cisplatin dan komponen platinum lain, kehamilan, menyususi, adanya
depresi sumsum tulang yang berat, gangguan fungsi ginjal, dan sistem
hematopieti
Efek Samping : gangguan GIT,
hematotoksik ringan, neurotoksik (neuritis perifer, kerusakan saraf akustik).
2.8 EVALUASI
OBAT TERPILIH
1. Terapi Kanker (Kemoterapi)
a. PAXUS - kalbe farma
Komposisi : Paclitaxel
Indikasi :
Terapi lini pertama dan terapi subsekuen karsinoma ovarium dikombinasi dengan
cisplatin.
Dosis : 175mg/m²=
175mg/1.83m2 = 96mg.
Frekuensi : Tiap 21 hari
Durasi : 6bulan.
Kontra Indikasi : neutropenia, hamil,
laktasi,
Efek samping : supresi sumsum tulang, bradikardi.
Harga : 100mg/16,7ml (Rp.2.860.000)
Pasien
harus diberikan premedikasi yaitu
sebelum pemberian PAXUS untuk mencegah reaksi hipersensitivitas :
a. Deksametason
20mg peroral 6 jam
b. Difenhidramin
50 mg I.V 30-60 menit
c. Ranitidine
50mg I.V 30-60 menit
b.
CISPLATIN EBEWE
Komposisi : cisplatin
Dosis : 27,45 mg
Frekuensi : Tiap 21 hari.
Durasi : 6 bulan
Kontra Indikasi : gangguan ginjal & daya pendengaran, hamil dan
laktasi
Efek samping :
Penekanan fungsi sumsum tulang, oto toksisitas tulang
Interaksi Obat : furesamide, hidralazin, propanolol.
Harga : 50mg/100ml x 1 (Rp.265.500)
Alasan
Pemilihan Obat : Kombinasi paclitaxcel dan cisplatin merupakan
fisrt line terapi pada
kanker ovarium.
DAFTAR
PUSTAKA
Smeltzer, C. Suzanne, Brenda G, Bare.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah Edisi Delapan Vol Pertama dan Kedua Cetakan pertama.
Jakarta : EGC.
Diananda, Rama. 2008. Mengenal Seluk
Beluk Kanker. Yogyakarta : Kata hati.
Dipiro, Josep, dkk. 2005, Pharmeucitical A Pathophysiologic Approach,
Appleton an Lange, USA
Donges, Marilynn E, 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan, EGC: Jakarta
Sukandar, Y.E.,
Andrajati, R., Sigit, I.J., Adnyana, I,K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar, 2008, Iso Farmakaterapi, PT.ISFI Penerbitan,
Jakarta
Wan, Desen. 2008.
Buku Ajar onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta : FKUI